Rabu, 30 Desember 2009

SUPERVISI PENDIDIKAN

SUPERVISI PENDIDIKAN

I. PENDAHULUAN
Pendidikan adalah usaha sadar yang dengan sengaja dirancangkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia ialah melalui proses pembelajaran di sekolah.
Dalam usaha meningkatkan kualitas sumber daya pendidikan, guru merupakan komponen sumber daya manusia yang harus dibina dan dikembangkan terus-menerus. Pembentukan profesi guru dilaksanakan melalui program pendidikan pra-jabatan maupun program dalam jabatan. Tidak semua guru yang dididik di lembaga pendidikan terlatih dengan baik dan kualified. Potensi sumber daya guru itu perlu terus bertumbuh dan berkembang agar dapat melakukan fungsinya secara potensial.
pendidikan Kepercayaan, keyakinan, dan penerimaan ini merupakan substansi dari pengakuan masyarakat terhadap profesi guru. Implikasi dari pengakuan tersebut mensyaratkan guru harus memiliki kualitas yang memadai. Tidak hanya pada tataran normatif saja namun mampu mengembangkan kompetensi yang dimiliki, baik kompetensi personal, professional, maupun kemasyarakatan dalam selubung aktualisasi kebijakan pendidikan.Hal tersebut lantaran guru merupakan penentu keberhasilan pendidikan melalui kinerjanya pada tataran institusional dan eksperiensial, sehingga upaya meningkatkan mutu pendidikan harus dimulai dari aspek "guru" dan tenaga kependidikan lainnya yang menyangkut kualitas keprofesionalannya maupun kesejahteraan dalam satu manajemen pendidikan yang professional.

II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Supervisi Pendidikan
Supervisi pendidikan adalah pembinaan yang berupa bimbingan atau tuntunan ke arah perbaikan situasi pendidikan pada umumnya dan peningkatan mutu mengajar dan belajar dan belajar pada khususnya. Supervisi bercirikan :
1. Research :meneliti situasi sebenarnya disekolah
2. Evalution : penilaian
3. Improvement :mengadakan perbaikan
4. Assiatance :memberikan bantuan dan bimbingan
5. Cooperation :kerjasama antara supervisor dan supervised ke arah perbaikan situasi
Kepengawasan pendidikan di Indonesia dewasa ini mengalami masa transisi dari inspeksi kea rah supervise yang dicita-citakan. Yang disebut supervisor pendidikan bukan hanya para pejabat/petugas dari kantor pembinaan, kepala sekolah, guru-guru dan bahkan murid pun dapat disebut sebagai supervisor, bila misalnya diserahi tugas untuk mengetuai kelas atau kelompoknya.

B. Tujuan Supervisi Pendidikan
a) Tujuan umum
1. Membina orang-orang yang disupervisi menjadi manusia dewasa yang sanggup berdiri sendiri.
2. Membina orang-orang yang disupervisi menjadi manusia pembangunan dewasa yang berpancasila.
3. Perbaikan situasi pendidikan dan pengajaran pada umumnya dan peningkatan mutu mengajar dan belajar pada khususnya.
b) Tujuan khusus
1. Membantu guru-guru lebih memahami tujuan pendidikan yang sebenarnya
2. Membantu guru-guru untuk dapat lebih memahami dan menolong murid
3. Memperbesar kesnggupan guru mendidik murid untuk terjun ke msyarakat
4. Memperbesar kesadaran guru terhadap kerja yang demokratis dan kooperatif
5. Membesar ambisi guru untuk berkembang
6. Membantu guru-guru untuk memanfaatkan pengalaman yang dimiliki
7. Memperkenalkan karyawan baru kepada sekolah
8. Melindungi guru daru tuntutan tak wajar dari masyarakat
9. Mngembangkan professional guru

C. Fungsi Supervisi Pendidikan
a) Penelitian (research) → untuk memperoleh gambaran yang jelas dan objektif tentang suatu situasi pendidikan
1. Perumusan topic
2. Pengumpulan data
3. Pengolahan data
4. Konlusi hasil penelitian
b) Penilaian (evaluation) → lebih menekankan pada aspek daripada negative
c) Perbaikan (improvement) → dapat mengatahui bagaimana situasi pendidikan/pengajaran pada umumnya dan situasi belajar mengajarnya.
d) Pembinaan → berupa bimbingan (guidance) kea rah pembinaan diri yang disupervisi

D. Jenis-jenis Supervisi
Beberapa jenis supervisi antara lain :
1. observasi kelas
2. Saling kunjung
3. demontrasi mengajar
4. supervisi klinnis
5. kaji tindak (action research)

E. Jenis-Jenis Supervisi pendidikan Berdasarkan prosesnya
a) Koraktif : lebih mencari kesalahan
b) Preventif : mencegah hal-hal yang tidak diinginkan
c) Konstruktif : membangun (dapat memperbiki jika terjadi kesalahan)
d) Kreatif : menekankan inisiatif dan kebebasan berfikir

F. Prinsip-prinsip Supervisi Pendidikan
a) Prinsip supervisi
1. supervisi harus konstruktif.
2. supervisi harus menolong guru agar senantiasa tumbuh sendiri tidak tergantung pada kepala sekolah
3. supervisi harus realistis
4. supervisi tidak usah muluk-muluk dan didasarkan pada kenyataan yang sebenarnya pada guru-guru
5. supervisi harus democrat
6. hakikat pengembangan mutu sekolah adalah usaha bersama berdasarkan musyawarah
7. supervisi harus objektif
8. kegiatan tidak boleh diwarnai oleh prasangka kepala sekolah, diperlukan data konkret tentang keadaan sebenarnya dan kepala sekolah juga harus mengakui keterbatasannya.
b) Prinsip-prinsip fundamental Pancasila merupakan dasar atau prinsip fundamental bagi setiap supervisor pendidikan Indonesia. Bahwa seorang supervisor haruslah seorang pancasilais sejati.
c) Prinsip-prinsip praktis
1. Negatif
­ Tidak otoriter
­ Tidak berasas kekuasaan
­ Tidak lepas dari tujuan pendidikan
­ Bukan mencari kesalahan
­ Tidak boleh terlalu cepat mengharapkan hasil
2. Positif
­ Konstruktif dan kreatif
­ Sumber secara kolektif bukan supervisor sendiri
­ Propessional ⇒ Sanggup mengembangkan potensi guru dkk
­ Memperhatikan kesejahteraanguru dkk
­ Progresif
­ Memperhitungkan kesanggupan supervised
­ Sederhana dan informal
­ Obyektif dan sanggup mengevaluasi diri sendiri

G. Teknik Supervisi Pendidikan
a) Tekhnik kelompok
Teknik ini mrempunyai cara pelaksanaan supervise terhadap sekelompok orang yang disupervisi
b) Tekhnik perorangan
Teknik ini mempunyai dilakukan terhadap individu yang memiliki masalah khusus.

H. Metode Supervisi Pendidikan
a) Metode langsung
Metode ini mempunyai alat yang digunakan mengenai sasaran supervise
b) Metode tak langsung
Metode ini mempergunakan berbagai alat perantara (media)

I. TEKHNIK DAN METODE YANG LAIN
1. Kunjungan sekolah (school visit)
Akan memberikan pengatahuan yang lengkap tentang situasi sekolah sehingga program akan lebih efektif.
2. Kunjungan kelas (class visit)
Merupakan suatu metode supervise yang “to the point” kena sasaran
3. Pertemuan individual
Setelah suatu kunjungan berakhir, hendaklah diadakan pembicaraan langsung dan pribadi tentang hasil kunjungan dengan orang yang dikunjungi.
4. Rapat sekolah
Untuk membicarakan kepentingan murid dan sekolah dan hal-hal yang berhubungan dengan sekolah
5. Pendidikan ini service
Untuk kepentingan mutu mrngajar dan belajar, maka guru perlu mengembangkan pengetahuan sesuai dengan profesinya dengan berbagai cara. Misalnya : study individual, study grops, menghadiri ceramah, mengadakan intervisitasi dsb.
6. Workshop (musyawarah kerja_muker)
Untuk mengembangkan professional karyawan (in-service)
7. Intervisitas
Saling kunjung-memgunjungi sesama guru untuk mengobservasi situasi belajar masing-masing
8. Demonstrasi mengajar
Metode ini dapat dilakukan oleh supervisor sendiri atau oleh guru yang ahli untuk memperkenalkan metode mengajar yang efektif.
9. Bulletin supervisi
Bulletin berkala dapat dimanfaatkan untuk perbaikan program pendidikan dan penngajaran, bisa mingguan atau bulanan.
10. Bulletin bord
­ pengumuman administrative
­ pengunguman supervise
­ pengunguman untuk murid
11. Kunjungan rumah
Tujuannya untuk mempelajari bagaimana situasi hidup orang yang disupervisi di rumah terutama meneliti masalah-masalah yang secara langsung atau tak langsung mempengaruhi tugas/kewajiban orang yang disupervisi itu

J. Program Supervisi Pendidikan
Suatu program supervisi pendidikan adalah rangka program perbsikan pendidikan dan pengajaran
a) perancanaan Perancaan
pemikiran dan perumusan tentang apa, bagaimana, mengapa, siapa, kapan dan dimana.
a. Prinsip-prinsip : kooperatif, kreatif, komprehensif, flexible, kontinu
b. Syarat-syarat : tilikan jelas tentang tujuan pendidikan, pengetahuan tentang mengajar yang baik, pengetahuan tentang pengalaman belajar murid, pengetahuan tentang guru-guru, pengetahuan tentang murid-muriD, pengaetahuan tentang masyarakat, pengetahuan tentang sumber-sumber fisik, factor biaya danfactor waktu
c. proses : merumuskan what, why, how, who, when, where

b) Organisasi program
1. Pola-pola : → horizontal → vertical
2. Langkah-langkah mengorganisir program :
­ Persiapakan suasana
­ Pertimbangan situasi
­ Penyusunan program
­ Pembagian tanggung jawab
­ Perwujudan program
­ Pembinaan perkembangan program
­ Integrasikan program dengan masyarakat
­ Persiapan program evaluasi

c) Evaluasi dalam hubungannya dengan pendidikan
menentukan sampai dimana tujuan-tujuan pendidikan yang ditetapkan telah tercapai
1. prinsip-prinsip: rencana harus komprehensif, penyusunan harus kooperatif , program harus kontinu dan berinteraksi dengan kurikulum, lebih menggunakan data yang objektif daripada yang subyektif dan menghargai para participant
2. proses ; merumuskan tujuan evaluasi, menyeleksi alat-alat evaluasi, menyusun alat-alat evaluasi, menerapkan alat-alat evaluasi, mengelola hasil dan menyimpulkan
3. aspek-aspek yang dievaluasi :
­ peronil → murid, guru, karyawan, wali murid, kepsek, supervise
­ materiil → kurikulum, perlengkapan murid perlengkapan sekolah, administrasi,
­ operational → proses kepemimpinan, proses mengajar, kesejahtraan personil, usaha integrasi sekolah dan masyarakat

d) alat-alat :
1. Objektif : ujian karangan (essay examination) dan ujian objektif
2. lebih ke subjektif ; observasi, wawancara, angket, checklist dan rating-scale

e) usaha
1. laporan pribadi dan tekhnik projektif
2. catatan-catatan anekdot
3. catatan-catatan komulatif
4. case study
5. sosiometri
6. laporan stenografis
7. buku-buku catatan
8. kotak saran
9. rapat-rapat supervise

K. Pelaksana Supervisi Pendidikan
Pelaksanaan supervisi klinis menurut la sulo (1987), mengemukakan ciri-ciri supervisi sebagai berikut :
1. bimbingan supervisor kepada guru bersifat bantuan, bukan perintah atau instruksi.
2. ksepakatan antara guru dan supervisor tentang apa yang dikaji dan jenis keterampilan yang paling pointing (diskusi guru dengan supervisor)
3. instrument dikembangkan dan disepakati bersama antara guru dengan supervisor
4. guru melakukan persiapan dengan aspek kelemahan-kelemahan yang akan diperbaiki. Bila perlu berlatih diluar sekolah
5. pelaksanaannya seperti dalam teknik observasi kelas
6. balikan diberikan dengan segera dan bersifat obyektif
7. guru hendaknya dapat menganalisa penampilannya
8. supervisor lebih banyak bertanya dan mendengarkan daripada memerintah atau mengarahkan
9. supervisor dan guru dalam keadaam suasanan intim dan terbuka
10. supervisor dapat digunakan untuk membentuk atau peningkatan dan perbaikan keterampilan pembelajaran

III. PENUTUP ( Kesimpulan )
Kemampuan professional guru akan terwujud apabila guru memiliki kesadaran dan komitmen yang tinggi dalam mengelola interaksi belajar-mengajar pada tataran mikro, dan memiliki kontribusi terhadap upaya peningkatan mutu pendidikan pada tataran makro.Salah satu upaya peningkatan profesional guru adalah melalui supervisi pengajaran.
Pelaksanaan supervisi pengajaran perlu dilakukan secara sistematis oleh kepala sekolah dan pengawas sekolah bertujuan memberikan pembinaan kepada guru-guru agar dapat melaksanakan tugasnya secara efektif dan efisien.
Dalam pelaksanaannya, baik kepala sekolah dan pengawas menggunakan lembar pengamatan yang berisi aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam peningkatan kinerja guru dan kinerja sekolah. Untuk mensupervisi guru digunakan lembar observasi yang berupa alat penilaian kemampuan guru (APKG), sedangkan untuk mensupervisi kinerja sekolah dilakukan dengan mencermati bidang akademik, kesiswaan, personalia, keuangan, sarana dan prasarana, serta hubungan masyarakat.Implementasi kemampuan professional guru mensyaratkan guru agar mampu meningkatkan peran yang dimiliki, baik sebagai informatory(pemberi informasi), organisator, motivator, director, inisiator (pemrakarsa inisiatif), transmitter (penerus), fasilitator, mediator, dan evaluator sehingga diharapkan mampu mengembangkan kompetensinya.
Oleh karena itu, keterkaitan berbagai komponen pendidikan sangat menentukan implementasi kemampuan guru agar mampu mengelola pembelajaran yang efektif, selaras dengan paradigma pembelajaran yang direkomendasiklan Unesco, "belajar mengetahui (learning to know), belajar bekerja (learning to do), belajar hidup bersama (learning to live together), dan belajar menjadi diri sendiri (learning to be)".

IV. DAFTAR PUSTAKA
Sumber : Drs. N. A. Ametembun (06-06-2008), www.aplikasi.wordpress.com Arti Supervisi Pendidikan [ online ].
Sapari, Achmad. 2002. Pemahaman Guru Terhadap Inovasi Pendidikan. Artikel. Jakarta: Kompas (16 Agustus 2002).
Sahertian, Piet A. 2000. Konsep-Konsep dan Teknik Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.

Dari Ninuk Dwi Wuriyani 5525089386 Alih Program Pendidikan Busana 2008

BIMBINGAN DAN KONSELING

BIMBINGAN DAN KONSELING

I. PENDAHULUAN
Ada definisi tentang bimbingan dan konseling, bahkan penggunaan kata bimbingan dan konseling itu sendiri. Frank Parson (Prayitno, 1999:93) misalnya mendifinisikan bimbingan sebagai bantuan yang diberikan kepada individu untuk dapat memilih, mempersiapkan diri, dan memangku suatu jabatan serta mendapat kemajuan dalam janatan yang dipilihnya itu.
Dan konseling diartikan sebagai kegiatan pengungkapan fakta atau data tentang siswa, serta pengarahan kepada siswa untuk dapat mengatasi sendiri masalah-masalah yang dihadapinya.
Pada bagian laian, Shetzer dan Stone (1980), misalnya, menggunakan kata hubungan pemberian bantuan helping relationship) untuk suatu proses konseling yang berarti interaksi antara konselor dengan klien dalam upaya memebrikan kemudahan terhadap cara-cara pengembangan diri yang positif. Dalam konteks ini, sejalan dengan Peraturan Pemerintah No. 28/1990 tentang Pendidikan Dasar, pasal 25 ayat 1, dikatakan bahwa “bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa dalam rangka upaya menemukan pribadi, mengenai lingkungan, dan merencanakan masa depan.”

II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Bimbingan dan Konseling
a) Bimbingan
1. Bantuan agar individu dapat memahami keadaan dirinya dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan
2. Pelayanan yang diberikan kepada individu agar dapat mengembangan potensi dirinya secara optimal sesuai dengan kemampuan

b) Konseling
Konseling adalah Pertalian timbale balik antara 2 orang individu dimana seorang konselor membantu konseli agar dapat lebih memahami dirinya dalam menyelesaikan segala persoalan hidup yang dihadapinya pada waktu itu dan pada waktu yang akan datang.
Ciri-ciri konseling :
­ Dilaksanakan secara individual
­ Dilakukan pada pertemuan dengan tahap muka
­ Bisa memahami dan memberikan solusi

B. Tujuan Bimbingan dan konseling Di Sekolah
a) Tujuan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah
1. merencanakan kegiatan penyelesaian studi
2. mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin
3. menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan
4. mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi dan penyesuaian dengan lingkungan pendidikan

b) Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek akademik (belajar)
· Memiliki kesadaran tentang potensi diri dalam aspek belajar, dan memahami berbagai hambatan yang mungkin muncul dalam proses belajar yang dialaminya.
· Memiliki sikap dan kebiasaan belajar yang positif, seperti kebiasaan membaca buku, disiplin dalam belajar, mempunyai perhatian terhadap semua pelajaran, dan aktif mengikuti semua kegiatan belajar yang diprogramkan.
· Memiliki motif yang tinggi untuk belajar sepanjang hayat.
· Memiliki keterampilan atau teknik belajar yang efektif, seperti keterampilan membaca buku, mengggunakan kamus, mencatat pelajaran, dan mempersiapkan diri menghadapi ujian.
· Memiliki keterampilan untuk menetapkan tujuan dan perencanaan pendidikan, seperti membuat jadwal belajar, mengerjakan tugas-tugas, memantapkan diri dalam memperdalam pelajaran tertentu, dan berusaha memperoleh informasi tentang berbagai hal dalam rangka mengembangkan wawasan yang lebih luas.
· Memiliki kesiapan mental dan kemampuan untuk menghadapi ujian.

Upaya bimbingan dan konseling yang dimaksud diselenggarakan melalui pengembangan segenap potensi idividu peserta didik secara optimal, dengan memanfaatkan berbagai sarana dan cara, berdasarkan norma-norma yang berlaku dan mengikuti kaidah-kaidah professional. Secara khusus tujuan bimbingan dan konseling di sekolah adalah untuk membantu siswa agar dapat mencapai tujuan-tujuan perkembangan yang meliputi belajar.

C. Peranan Bimbingan dan Konseling dalam Pembelajaran Siswa
Dalam proses pembelajaran siswa, setiap guru mempunyai keinginan agar semua siswanya dapat memperoleh hasil belajar yang baik dan memuaskan. Dalam kondisi, maka harus dapat memberikan pelayanan bimbingan dan konseling yaitu :
a) Bimbingan belajar
Bimbingan ini bertujuan untuk mengatasi masalah-masalah yang berhubungan dengan kegiatan belajar baik di sekolah maupun di luar sekolah. Bimbingan ini antara lain meliputi :
1. cara belajar, baik belajar secara kelompok ataupun individual
2. cara bagaimana merencanakan waktu dan kegiatan belajar.
3. cara mengatasi kesulitan kesulitan yang berkaitan dengan mata pelajaran tertentu.
4. cara proses dan prosedur tentang mengikuti pelajaran.

b) Bimbingan social
Bimbingan ini bertujuan untuk membantu siswa memecahkan dan mengatasi kesulitan-kesulitan yang berkaitan dengan masalah social. Bimbingan ini antara lain meliputi :
1. Memperoleh kelompok belajar dan bermain yang sesuai
2. Membantu memperoleh persahabatan yang sesuai
3. membantu mendapatkan kelompok social untuk memecahkan masalah tertentu.
Dalam proses belajar di kelas siswa harus mampu menyesuaikan diri dengan kehidupan kelompok perlu adanya toleransi / tenggang rasa, saling memberi dan menerima, tidak mau menang sendiri.

c) Bimbingan pribadi
Bimbingan ini bertujuan untuk membantu siswa dalam mengatasi masalah-masalah pribadi, yang dapat mengganggu kegiatan belajarnya. Bimbingan ini antara lain meliputi :
1. Menciptakan suasana hubungan social yang menyenangkan
2. Menstimulasi siswa
3. Menciptkana pengalaman belajar yang lebih bermakna
4. Meningkatkan motivasi belajar siswa
5. Menciptakan dan menstimulasi tumbuhnya minat belajar

D. Prinsip-prinsip Operasional Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Prinsip-prinsip adalah landasan teortis yang mendasari pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling, agar layanan tersebut dapat lebih terarah dan berlangsung dengan baik.
a) Prinsip Hubungan bimbingan dan konseling
1. Konseling merupakan salah satu metode dan bimbingan sehingga dengan demikian pergertian bimbingan lebih luas dari pengertian konseling.
2. Pada konseling sudah ada masalah tertentu yaitu bimbingan tak demikian. Bimbingan lebih besifat preventif ( pencegahan ). Sedangkan konseling lebih bersifat kuratif (korektif)
3. Konseling pada dasarnya dilakukan secara individual yaitu antara konselor dengan klien secara face.

1. Prinsip umum bimbingan
1. Mengenal dan memahami karakteristik individu yang dibimbing.
2. Bimbingan yang diberikan pada individu harus terarah
3. Pelaksanaan bimbingan harus dipimpin dengan orang yang ahli dalam bidang bimbingan
4. Diadakan penilaian secara teratur
5. Program bimbingan harus sesuai dengan program pendidikan disekolah bersangkutan

2. Prinsip khusus bimbingan
1. Bimbingan dilaksanakan secara bersinambungan
2. Harus memilih kartu pribadi bagi setiap individu
3. Pembagian waktu yang teratur
4. Bimbingan dilaksanakan dalam situasi individual dan kelompok

E. Asas-asas Bimbingan dan Konseling
Asas adalah segala hal yang harus dipenuhi dalam melaksanakan suatu kegiatan, agar kegiatan tersebut dapat terlaksana dengan baik serta mendapatkan hasil yang memuaskan dalam kegiatan / layanan bimbingan dan konseling. Ada beberapa asas-asas yang diperlukan yaitu :

a) Asas kerahasiaan
Asas ini mempunyai makna yang sangat penting dalam layanan bimbingan dan konseling disebut asas kunci dalam pemberian layanan tersebut, karena klien akan mau membukakn keadaan dirinya sampai dengan masalah-masalah yang sangat pribadi.

b) Asas keterbukaan
Asas ini untuk menciptakan suasana keterbukaan dalam membahas masalah yang dialami klien terbuka menyampaikan perasaan, pikiran dan keinginannya yang diperkirakan sebagai sumber timbulnya permasalahan.
c) Asas kesukarelaan
Asas ini mempunyai peran utama dalam mewujudkan asas kesukarelaan ini harus mampu mercerminkan asas ini dalam menerima kehadiran klien sedang punya masalah yang agak serius.

d) Asas kedinamisan
Asas ini mempunyai terwujudnya perubahan salam diri klien yaitu perubahan tingkah laku kea rah yang lebih baik. Maka konselor harus memberikan laynan seirama dengan perubahan-perubahan yang ada pada diri klien.

e) Asas keterpaduan
Asas ini mempunyai kepribadian klien merupakan suatu kesatuan dari berbagai macam aspek yang harus selalu diperhatikan untuk mencapai keharmonisan dan keterpaduan.

f) Asas kenormatifan
Asas ini mempunyai usaha layanan bimbingan san konseling yang dilakukan itu hendaknya tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku, sehingga tidah terjadi penolakan dari individu yang dibimbing.

g) Asas keahlian
Asas ini mempunyai professional, karena itu tidak mungkin dilaksanakan orang-orang yang tidak dididik dan dilatih atau dipersiapkan untuk itu. Layanan konseling menuntut suatu ketrampilan khusus.

III. PENUTUP ( Kesimpulan )
Berdasarkan semua uraian yang telah penulis sampaikan di atas maka ada beberapa pandangan yang dapat diangkat sebagai berikuti :
1. Guru bimbingan konseling agar dapat mengupayakan pengembanagn seenap potensi siswa secara optimal pada setiap tahap perkembangan sehingga dapat membentuk siswa yang produktif serta dapat membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan intelektual dan ketrampilan
2. Guru Bimbingan dan konseling dapat membantu siswa dalam menghadapi derasnya arus informasi di era global sehingga siswa dapat arif memilih, menimbang dan memakani informasi-informasi tersebut untuk kepentingan peluang dan pengambilam keputusan.
3. Guru bimbingan dan konseling diharapkan dapat mengembangkan prosfesi bimbingan dan konseling, mempunyai wawan professional yang luas dan mantap sehingga dapat beperan aktif dalam pengembangan sumber daya manusia baik di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah.

IV. DAFTAR PUSTAKA
Wingkell, W.S bimbingan dan konseling di sekolah menengah, Gramedia, Jakarta, 1985
Raflis Soetjito, profesi keguruan. Depdikbud, 1994
Http ://Konselingindonesia.com/index.Php ?Optiion=com
Http//www.bimbingandankonseling.com



dari Ninuk Dwi Wuriyani 5525089386 Alih Program Pendidikan Busana 2008

Rabu, 02 Desember 2009

PENGEMBANGAN KOMPETENSI SDM KEPENDIDIKAN

PENGEMBANGAN KOMPETENSI SDM KEPENDIDIKAN

Latar Belakang Pengembangan Sumber Daya Manusia
UU 20/2003 tentang sisdiknas pasal 50 ayat 3 mengamanatkan bahwa ‘ pemerintah dan /atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional’. Untuk melaksanakan amanat ini, Direktorat Jenderal Manajemen Sekolah Menengah, melalui keputusan nomor 543/C3/KEP/2007 tanggal 14 Maret 2007 telah menetapkan 100 SMP Negeri di Indonesia untuk menjadi rintisan sekolah bertaraf internasional (SBI). Keputusan dimaksud ditetapkan setelah mendapat persetujuan dari para Bupati/Walikota dimana sekolah rintisan SBI berada.
Panduan Sistim Penyelenggaraan Rintisan SBI dari direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Ditjen Mandikdasmen) memberi batasan bahwa sebuah sekolah bertaraf internasional adalah sekolah nasional yang ’menyiapkan peserta didiknya berdasarkan standar nasional pendidikan (SNP) Indonesia dan tarafnya internasional sehingga lulusannya memiliki daya saing internasional’ (h.3). Dengan kata lain, SBI adalah ’SNP + X’ (Ditjen Mandikdasmen, 2007, h.3). SNP adalah standar yang ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang meliputi :

1) Standar kompetensi lulusan,
2) standar kurikulum,
3) standar proses belajar mengajar,
4) standar tenaga pendidik dan kependidikan,
5) standar fasilitas,
6) standar manajemen,
7) standar pembiayaan,
8) standar penilaian.

Adapun ’X’ merupakan penguatan, pengayaan, pengembangan, perluasan, pendalaman, melalui adaptasi atau adopsi terhadap standar pendidikan, baik di dalam maupun luar negeri, yang telah memiliki reputasi mutu yang diakui secara internasional’ (Ditjen Dikdasmen, 2007, h.3).
Dalam penjelasannya, Direktorat PSMP (Dit. PSMP) menegaskan bahwa SBI adalah suatu sekolah yang telah memenuhi Standar Nasional Pendidikan (SNP) pada tiap aspeknya. meliputi kompetensi lulusan, isi, proses, pendidik dan tenaga kependidikan sarana dan prasarana, pembiayaan, pengelolaan, penilaian dan telah menyelenggarakan serta menghasilkan lulusan dengan ciri keinternasionalan’ (Dit. PSMP, 2007, h.5).
Adapun sekolah rintisan SBI diartikan sebagai sekolah yang berada dalam tahap uji coba dan pembinaan awal untuk dipersiapkan menjadi SBI (Dit. PSMP, 2007, h.5). Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam hal ini adalah tanggung jawa bersama antara Departemen Pendidikan Nasional dalam hal ini Direktorat PSMP, Dinas Pendidikan Provinsi dan dinas Pendidikan Kabupaten/Kota (Dit.PSMP, 2007, h.5)
Ilustrasi singkat ini memberi gambaran kepada kita betapa luas dan beratnya cakupan tugas yang diemban oleh sekolah rintisan SBI sehingga dapat dipastikan diperlukan sumber daya manusia yang memenuhi dan bermutu apabila tahap rintisan ingin dilalui dengan berhasil. Artikel ini akan mendiskusikan peranan pengembangan sumber daya manusia di sekolah rintisan SBI bukan saja secara sempit dalam rangka memenuhi standar tenaga pendidik dan kependidikan sebagaimana dimaksud dalam standar nasional pendidikan, tetapi juga dalam peranan sentralnya agar sekolah dapat mencapai standar-standar lain dan kemudian memberi muatan plus sebagaimana dimaksud oleh Ditjen Mandikdasmen. Artikel ini didasarkan atas asumsi bahwa delapan standar nasional pendidikan dan ke-plus-sannya hanya akan tercapai dengan SDM memenuhi dan bermutu.

Sumber Daya Manusia
Yang dimaksud dengan SDM dalam artikel ini adalah tenaga pendidik yakni kepala sekolah dan guru dan tenaga kependidikan yang meliputi pegawai tata usaha, laboran, pustakawan, teknisi dan pembantu pelaksana. Walaupun pada dasarnya peserta didik adalah bagian terbesar dari SDM di sekolah, tetapi artikel ini tidak mengangkat isu tentang peserta didik.

Strategi Rekruitmen CPNS
1. Pengangkatan lulusan S1 jurusan Bahasa Inggris yang harus memiliki TOEIC Score 600 atau setara TOEFL 450 (ada bukti)
2. Pengangkatan lulusan jurusan non Bahasa Inggris/Teknik yang harus memiliki TOEIC Score 530 atau setara TOEFL 400 (ada bukti)
3. Tidak akan pindah dari PPPPTK Bidang Mesin dan Teknik Industri Bandung sebelum masa kerja kurang lebih 10 tahun
4. Bersedia kerja full time selama 5 hari kerja (37 1/2 jam/minggu)
5. Bersedia mengikuti IHT untuk meningkatkan kompetensinya
6. Tidak menuntut beasiswa sebelum masa kerja 5 tahun kecuali dibutuhkan pemerintah
7. Sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat keterangan dari dokter pemerintah
8. Umur maksimal 30 tahun

Pembinaan PNS Baru
1. Program IHT Komputer (word, excel, power point, ICT)
2. IHT kependidikan yang meliputi
3. English Course
4. Diklat kompetensi Teknologi
5. Do Write-Write Do sebanyak 5-15 karya tulis
6. Short Course kependidikan
7. Diklat Tingkat Dasar Calon Widyaiswara di LAN

Pengembangan PNS ( Lama )
1. Diklat kompetensi Kepribadian
2. Diklat kompetensi i Sosial
3. Diklat kompetensi Pedagogik
4. Diklat kompetensi Manajemen Pendidikan
5. Diklat kompetensi Teknik
6. Diklat Penelitian Ilmiah
7. Workshop dan Seminar
8. Sertifikasi kompetensi dan Profesi

Pengembangan Kemampuan Tenaga Administrasi / Supporting Staff
1. Kemampuan mengoperasikan komputer/internet
2. Komunikasi Bahasa Inggris, kemampuan berbahasa Indonesia yang baik dan benar
3. Etika berbusana
4. Etika menerima dan melakukan komunikasi melalui telepon baik intern maupun ekstern
5. Etika menerima dan menjamu atau melayani tamu
6. Etika pergaulan dalam hubungan lintas budaya, lintas agama, lintas adat istiadat yang memang sangat heterogen di PPPPTK Bidang Mesin dan Teknik Industri Bandung
7. Administrasi dan Pengarsipan persuratan, baik secara tercetak maupun soft file

Pengembangan Kemampuan Tenaga Fungsional (1)
1. Peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan
2. Pengkajian dan pengembangan
3. Layanan data dan informasi serta pengendalian mutu

Pengembangan Kemampuan Tenaga Fungsional (2)
1. Peningkatan kompetensi Profesi Tenaga Pendidik
2. Peningkatan kompetensi Pedagogi Tenaga Pendidik
3. Peningkatan kompetensi Kepribadian Tenaga Pendidik
4. Peningkatan kompetensi Sosial Tenaga Pendidik
5. Peningkatan kompetensi Manajerial Tenaga Pendidik
6. Peningkatan kompetensi Ketatausahaan Tenaga Pendidik
7. Peningkatan kompetensi Kepustakaan Tenaga Pendidik
8. pengembangan Program
9. Pengkajian Konsep pengembangan
10. Konsultasi dan Pendampingan
11. Sertifikasi kompetensi
12. Pendidikan Profesi














Struktur Organisasi dan Tata Kerja
Ø Subbag Keuangan Penanggung-jawab:
Perencanaan dan SAI
Gaji dan Pajak
Administrasi dan Pertanggungjawaban
Kebendaharawanan (Pengeluaran, PUMK, dan PNBP)

Ø Subbag Tata Laksana dan Kepegawaian Penanggung-jawab:
Ketatalaksanaan
Administrasi Umum
Administrasi Kepegawaian
Pembinaan dan Pengembangan Kepegawaian.
Ø Subbag Tata Usaha dan Rumah Tangga Penanggung-jawab:
1. Tata Usaha
Pj. Persuratan, Kearsipan, dan Keprotokolan.
Pj. Humas dan Publikasi
Pj. Perpustakaan, Lab dan Bengkel
2. Kerumahtanggaan
Pj. Asrama
Pj. Keamanan
Pj. Transportasi
Pj. M R
Pj. Kebersihan dan Pertamanan
3. Logistik
Pj. Pengadaan
Pj. Inventaris, Gudang dan Fasilitas Penunjang Lembaga

Ø Seksi Data dan Informasi Penanggung-jawab:
SIM
Infrastruktur

Ø Seksi Program Penanggung-jawab:
Penyusunan dan Evaluasi Program
Pengembangan dan Inovasi Model Tingkom
KAL
Pengembangan

Ø Seksi Penyelenggara Penanggung-jawab:
Persiapan Penyelenggaraan Tingkom
Penyelenggaraan Tingkom
Pelaporan Penyelenggaraan dan Lembaga

Ø Seksi Evaluasi Penanggung-jawab:
Evaluasi Tingkom
Pemantauan Tingkom
Sekretariat T U K
Ø STAF
Sebagai lembaga tempat mengkaji dan melaksanakan kebijakan pemerintah bidang pengembangan pendidikan teknologi menengah kejuruan di Indonesia, kami menyadari bahwa Sumber Daya Manusia (SDM) adalah modal utama yang perlu dipelihara dan dikembangkan secara terus menerus seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi serta tuntutan dunia kerja dan bisnis.
Dari 408 karyawan, 60% memiliki latar belakang pendidikan tinggi dan hampir semua tenaga edukatif telah mengikuti pendidikan di luar negeri seperti di Australia, Jepang, Jerman, Inggris, Amerika, Austria, Swiss, Philipina, Belanda, Brunei dan beberapa negara lain, termasuk pengalaman kerja di beberapa industri berskala internasional.
Strategi Pengembangan SDM Melalui Jalur Belajar
Terdapat deretan panjang strategi perubahan SDM melalui jalur belajar yang dapat dilaksanakan di lingkup sekolah. Tetapi, dalam artikel ini hanya akan dimunculkan beberapa yang paling umum dipakai.Berikut adalah cara-cara tersebut.

1. Peningkatan kualifikasi pendidikan
Kualifikasi pendidikan formal yang dipersyaratkan bagi guru SMP rintisan SBI adalah S-1 atau D-4, sedangkan tenaga kependidikan lain adalah D-3 kecuali kepala tata usaha S-1/D-4 (Dit. PSMP, 2007, h.). Peningkatan kualifikasi pendidikan formal, jika demikian, adalah wajib bagi mereka yang belum memenuhi kriteria. Peningkatan kualifikasi pendidikan akan sangat menguntungkan baik kepada individu maupun bagi lembaga. Keuntungan individual diperoleh karena peningkatan kualifikasi pendidikan disamping merupakan agen pencerahan (enlightment agent) bagi guru juga menambah poin untuk kepentingan sertifikasi dan kenaikan jabatan guru dan pangkatnya. Bagi tenaga kependidikan, peningkatan kualifikasi ini sangat mungkin akan membantu memperlancar kenaikan jabatan dan pangkat mereka. Secara institusional, perbaikan kualifikasi pendidikan disamaping berarti perbaikan konformitas kriteria SDM juga berarti peningkatan kompetensi SDM yang diperlukan demi mutu proses dan hasil pekerjaan yang diharapkan. Dengan alasan ini, mereka yang sudah memenuhi kualifikasi-pun hendaknya terus didorong untuk melanjutkan pendidikannya. Dorongan yang dimaksud dapat berupa satu atau gabungan dari
Ø pemberian motivasi yang sungguh-sungguh dan terus menerus
Ø pemberian status tugas belajar atau setidaknya ijin belajar
Ø dispensasi waktu jika diperlukan, dan jika mungkin,
Ø penyediaan fasilitas termasuk pemberian beasiswa baik penuh maupun sebagian.
Masalah yang sering muncul dan teramati di lapangan berkaitan dengan pendidikan formal ini adalah sebagai berikut. Menempuh pendidikan relatif makan waktu. Sering juga terjadi pendidikan yang berkualitas berbanding lurus dengan waktu tempuh. Sehingga, justru lembaga pendidikan yang kurang berorientasi mutu menjadi pilihan. Fokus diarahkan pada perolehan ijasah tanpa mempedulikan peningkatan nyata pada kualitas. Jika ini dilakukan oleh SDM sekolah rintisan SBI, dikhawatirkan maksud peningkatan mutu yang diharapkan tidak akan betul-betul kesampaian. Oleh karenanya, perlu diingatkan agar mereka yang bekerja pada sekolah rintisan SBI memperhatikan betul unsur mutu dalam pemilihan lembaga kependidikan. Hendaknya dipilih lembaga pendidikan, baik di dalam maupun di luar negeri, yang secara nyata mengedepankan kualitas Para pemangku kepentingan (stake holders) sekolah: kepala sekolah, komite sekolah, kepala dinas pendidikan, pejabat-pejabat departemen pendidikan nasional, dan bupati/walikota, selain membantu mempermudah para pendidik dan tenaga kependidikan rintisan SBI untuk melanjutkan studinya, hendaknya juga memperhatikan benar-benar unsur kualitas agar terjaga kesetaraan kualitas dengan kualifikasi pendidikan yang disandang oleh mereka. Selain itu pemilihan jurusan syang sesuai dengan bidang tugas juga perlu mendapat perhatian.

2. Pendidikan dan Pelatihan (diklat)
Diklat umumnya diselenggarakan oleh lembaga atau organisasi yang memiliki tugas pembinaan terhadap sekolah berkisar mulai dari tingkat Kabupaten/Kota sampai tingkat pusat bahkan tingkat internasional. Berbeda dengan pendidikan formal, diklat bersifat luwes dalam hal waktu. Diklat dapat dilangsungkan dari bilangan jam sampai bilangan bulan sesuai dengan kebutuhan dan keinginan. Diklat dapat diselenggarakan dengan materi sesuai dengan kebutuhan atau keinginan sehingga hampir semua fungsi pendidikan di sekolah dapat di-diklat-kan: manajemen, kepemimpinan, proses belajar mengajar, administrasi, dsb. Disamping itu, instruktur diklat dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan. Mereka dapat dipilih dari kalangan akademisi, teknisi, maupun praktisi sehingga diklat dapat bersifat teoritis, teknis, maupun praktis.
Karena keluwesan diklat hampir pada seluruh aspeknya, diklat sering dijadikan jalan keluar untuk mengatasi masalah kualitas SDM. Catatan yang perlu diungkap agar diklat dapat benar-benar menjadi solusi bagi masalah mutu SDM adalah bahwa pelaksanaan diklat hendaknya setia kepada tujuan. Tidak jarang dijumpai diklat dipakai sebagai ’proyek’ yang secara ekonomis menguntungkan para penyelenggara sehingga fokus perhatian mereka bukan pada tercapainya tujuan diklat secara efektif. Hasilnya bukan diklat bermutu yang benar-benar menjadi solusi masalah mutu SDM tetapi sebaliknya menurunkan kadar kepercayaan peserta diklat. Kontrol yang ketat dari mereka yang berwenang agar diklat tidak disalahgunakan perlu dilakukan dengan serius.

3. Kursus
Seperti halnya diklat, kursus diselenggarakan oleh lembaga atau organisasi di luar sekolah. Bedanya, diklat diselenggarakan oleh lembaga atau organisasi nirlaba sedangkan kursus biasanya oleh organisasi berorientasi laba. Karena berorientasi bisnis, lembaga pengelola kursus umumnya berusaha menjual produk jasanya dalam kualitas maksimal yang dapat mereka tawarkan. Umumnya, harga jasa mereka berbanding lurus dengran kualitas jasa yang mereka tawarkan. Jika tidak, mekanisme pasar akan ’bertindak’. Oleh karena mekanisme pasar ini, memilih lembaga kursus yang bermutu relatif lebih gampang dibanding dengan menentukan kulaitas pada sebuah diklat. Jika kursus menjadi pilihan, yang penting dilakukan adalah penyiapan dana yang sesuai dengan mutu kursus yang dipilih. Yang perlu dilakukan oleh pemakai jasa kursus agar tidak membeli terlalu mahal adalah membandingkan kualitas jasa yang mereka jual dengan jasa sejenis dari penjual lain.

4. In-house training (IHT)
Berbeda dengan diklat dan kursus yang diselenggarakan oleh lembaga atau organisasi di luar sekolah, IHT dilaksanakan sendiri oleh sekolah. Instruktur dapat diambil dari kalangan dalam sekolah atau dari luar sekolah. Karena diselenggarakan oleh sekolah, materi IHT dapat lebih dispesifikasikan sesuai dengan kebutuhan dan keinginan sekolah penyelenggaranya. Karena diselenggarakan di sekolah, IHT merupakan kegiatan yang sangat mungkin diikuti oleh semua tenaga pendidik dan kependidikan karena disamping murah, mereka juga tidak harus meninggalkan tugas dinas mereka. Disamping itu, IHT juga sangat baik untuk menjadi wahana peningkatan penguasaan materi bagi para instruktur dari dalam sekolah karena menjadi instruktur sesunggguhnya merupakan cara belajar yang sangat efektif. IHT dapat juga menjadi media untuk mempererat hubungan batin antar warga sekolah sehingga ikatan kekeluargaan bisa menjadi lebih baik. Hasilnya, IHT dapat menjadi forum yang baik untuk membentuk kultur baru sekolah atau memperkuat kultur lama yang dipertahankan.
Untuk menghindari masalah mutu seperti yang diungkap dalam diskusi tentang diklat, penyelenggaraan IHT perlu taat tujuan dan kualitas perlu dijadikan pusat perhatian. Jika, misalnya, penetapan instruktur dari dalam sekolah dirasa kurang mendatangkan efek peningkatan mutu yang memadai, mendatangkan instruktur dari luar dapat menjadi solusinya; atau sebaliknya.

5. Peningkatan Budaya Membaca
Tanpa perlu dibicarakan panjang lebar membaca masih terbukti sebagai cara belajar yang sangat efektif. Bahan dan waktu membaca dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kesempatan yang dimiliki oleh individu. Problem yang paling dominan berkenaan dengan membaca di Indonesia adalah masih rendahnya minat baca dan terbatasnya bahan bacaan. Untuk meminimalisasikan problem ini, para pemimpin kalangan pendidikan hendaknya terus-menerus memotivasi anak buah untuk meningkatkan kebiasaan membacanya. Sekolah rintisan SBI hendaknya menjadikan kebiasaan membaca sebagi kultur sekolah. Disamping itu tentu diperlukan penyediaan bacaan yang sesuai dengan kebutuhan. Dewasa ini masalah bahan bacaan cetak yang relatif mahal dapat dibantu diatasi dengan menambah sumber bacaan dari CD dan internet. Penyediaan fasilitas ICT canggih ini dan pengenalan cara mencari bahan bacaan elektronik ini aharus dilakukan oleh sekolah jika kebiasaan membaca betul-betul ingin didongkrak.

6. Aktif dalam Mail list
Mail list adalah group e-mail yang biasanya diikuti oleh orang-orang dalam kelompok minat tertentu. Para guru dan tenaga kependidikan di sekolah rintisan SBI akan mendaptkan keuntungan besar jika mereka aktif dalam mail list yang beranggotakan sejawat baik dari dalam maupun luar sekolah, baik dari dalam maupoun luar negeri. Ikut dalam mail list internasional: teachers helping teachers (http://www.pacificnet.net/~mandel/math.html), sebagai contoh, akan sangat membantu guru memperoleh banyak pengetahuan baru di bidang tugasnya. Melalui kelompok ini banyak informasi dapat di sebar luaskan dan banyak masalah mungkin dapat dicarikan jalan keluarnya. Jika ingin membuat mail-list sendiri, diperlukan fasilitaor yang berdedikasi tinggi dan tegas dalam menyaring arus informasi yang layak untuk di up-load dalam mail list. Disamping itu, diperlukan pula keaktifan masing-masing anggota dalam sharing informasi, masalah dan jalan keluarnya.

7. Naratif (Narrative)
Naratif berkaitan dengan cerita seseorang tentang pengalamannya kepada orang lain. Walaupun naratif dengan sengaja dapat difasilitasi untuk disampaikan pada pertemuan resmi, naratif umumnya berkembang dalam suasana informal pada waktu luang. Melalui naratif, baik penutur maupun pendengar dapat memperoleh dan mengembangkan pengetahuan (Lieblich et al., 1998, h.7). Disinilah keunggulan naratif. Sebab, pengetahuan tidak selalu berbentuk pengetahuan ‘resmi’ seperti dalam tradisi akademik, tetapi dapat pula berbentuk ‘subjugated knowledge’ [pengetahuan terselubung] seperti ‘type of knowledge … in teachers’ conversations either in formal or informal settings’ [tipe pengetahuan… dalam percakapan guru baik dalam situasi formal maupun informal (Doecke, 2001, p.111). Percakapan sering didominasi oleh naratif. Karenanya, naratif memainkan peranan pentingnya dalam membentuk dan mentransfer pengetahuan sejak jaman purba (Kreiswith, 2000, h.295).
Naratif tidak selalu berisi kisah sukses seseorang. Kisah kegagalan-pun, jika dinaratifkan dapat menjadi sumber belajar yang berharga bagi penutur dan pendengar. Jika naratif tumbuh subur di kalangan personel seprofesi di sekolah, transfer dan penguatan pengetahuan akan terjadi dengan kuantitas dan kualitas yang luar biasa banyak tanpa harus didukung oleh dana mahal oleh sekolah. Suasana ini relatif gampang dikembangkan sebab ’a man is always a teller of tales [manusia selalu merupakan penutur cerita] (Kreiswith, 2000, p.293) atau ’people are story tellers by nature’ [orang pada dasrnrya adalah penutur cerita] (Lieblich et al., 1998, h 7) . Naratif bahkan telah diakui sebagai salah satu metode ilmiah (Kreiswith, 2000, h.295). Yang terpenting untuk dilakukan oleh sekolah agar naratif dapat berkembang adalah, pertama, pengembangan suasana kekeluargaan yang sehat di sekolah dan pemberian kesempatan yang cukup bagi kelompok-kelompok guru/tenaga kependidikan untuk memiliki waktu luang bersama. Yang kedua penciptaan suasana sekolah agar waktu luang sebanyak mungkin digunakan untuk bercerita tentang pelaksanaan pekerjaan. ’Nothing is more credence to a teacher than the word of another teacher’ [Tidak ada yang lebih dapat dipercaya oleh seorang guru kecuali kata-kata sesama guru] (Weller, 1996, p.4). Weller (1996) menambahkan ’saling hubungan antara teman lebih banyak berpengaruh dalam meningkatkan kualitas daripada model instruksional seperti lokakarya, seminar atau program pengembangan staf’ (h.4)
Strategi Pengembangan SDM Melalui Manajemen dan Kepempinan Perubahan Sampai dengan akhir diskusi kita tentang stategi pengembangan SDM melalui jalur belajar, dapat kita simpulkan bahwa bahkan pada tingkat individu, perubahan perlu dukungan manajemen. Apalagi jika perubahan yang kita kehendaki bersifat institusional. Manajemen perubahan yang benar dan kuat adalah mutlak. Berikut adalah beberapa strategi yang dapat digunakan dalam mengenalkan dan mengelola perubahan di tingkat sekolah disamping banyak strategi lain.
Perubahan melalui Transformasi Standar Kelompok
Sosiolog Amerika Serikat pertengahan abad 20 Kurt Lewin menyatakan bahwa perubahan akan lebih berhasil jika dilakukan dalam kelompok. Agar terjadi perubahan, harus ada transformasi standar kelompok yang diterima dan seyogyanya dilakukan bersama-sama. (Lewin, 1958, h.210) . Sayangnya, kondisi ideal seperti itu tidak tipikal. Yang umum terjadi, menurut Weller adalah terbaginya sikap anggota kelompok terhadap perubahan yang sedang diperkenalkan. Hasil penelitian Hoy and Miskel (1991) menunjukkan bahwa sikap anggota kelompok terhadap perubahan terbagi sesuai dengan kecenderungan kurva normal (bell shaped curve), yakni 2,5% innovators, yakni mereka yang selau siap mengadopsi sesuatu yang baru demi perbaikan 13.5% early adopters, yaitu seperti para innovator, gampang tidak puas dengan status quo dan senang mencari sesuatu yang baru, 34 % early majority, ialah mereka yang terbuka terhadap sesuatu yang baru, 34% late majority, adalah mereka yang skeptis dan enggan berubah dan 16% late adopters, adalah merekas yang memiliki pola pikir negatif terhadap perubahan dan menjadi benteng anti perubahan (dalam Weller, 1996, h. 27). Oleh karena fenomena ini, agar perubahan berhasil dilaksanakan diperlukan dua hal. Pertama, keyakinan bahwa standar lama sudah tidak layak lagi dipertahankan dan harus ditinggalkan menuju standar baru (Evans 1996, h.57). Kedua, diperlukan pemimpin perubahan yang kuat agar mayoritas anggota kelompok dapat diyakinkan (Weller, 1996, h.27). Jika mayoritas anggota kelompok sudah berubah, kelompok resistant pada akhirnya mungkin akan mengikuti juga sebab bagaimanapun mereka tidak akan merasa nyaman berada di luar standar kelompok (Lewin, 1958, h. ). Jika standar baru sudah tercapai melalui sebuah proses perubahan, manajemen sekolah perlu menghentikan proses perubahan itu sampai standar tersebut menjadi mantap dan menjadi budaya baru (freezing) (Lewin, 1958, h. 210 ). Ini perlu dilakukan agar tidak terjadi bounch back [pantulan kembali] ke praktik lama (Eric Development Team, 2003, h.3).
Budaya baru yang seyogyanya menjadi target perubahan pada sekolah rintisan SBI, sebagimana didiskusikan di atas, adalah budaya mutu (Dit.PSMP, 2007, h. 50). Jika budaya berarti nilai atau keyakinan yang dianut oleh kelompok yang dijadikan ’penggalangan konformisme’ perilaku anggota kelompok (Slamet PH, 2005 dalam Dit.PSMP, 2007 h. 50), budaya mutu mengandung makna bahwa hanya perilaku yang mengutamakan mutu-lah yang dianggap benar dalam kelompok itu. Untuk mencapai tahapan ini, diperlukan manajemen perubahan yang kuat yang dengan konsisten melakukan ’pemberdayaan, [memberi] arahan, bimbingan, modelling, coaching, pujian, seremoni... keberhasilan mutu, dan pemberian hadiah atas prestasi mutu’ (Dit.PSMP, 2007, h. 51). Apabila budaya mutu benar-benar dijadikan sasaran perubahan, jangan kepalang tanggung, sekolah rintisan SBI hendaknya menerapkan manajemen mutu terpadu (Total Quality Management), (Ditjen Mandikdasmen, 2007, h.13) seperti akan diuraikan lebih lanjut pada bagian belakang artikel ini.Kepemimpinan Transformasional
Pada dasarnya orang cenderung nyaman berada pada status quo (Evans, 1996, h.26) oleh karenanya agar terjadi perubahan diperlukan kepemimpinan yang kuat dengan tipe yang sesuai untuk itu. Salah satu tipe kepemimpinan yang cocok untuk ini adalah kepemimpinan transformasional. Kepemimpinan transformasional bukan hanya berpihak pada perubahan tetapi berintikan perubahan itu sendiri. Tipe inilah yang disarankan oleh Ditjen.Mandikdasmen untuk diterapkan di sekolah rintisan SBI (Ditjen. Mandikdasmen, 2007, h.14).
Istilah “transformational’ leadership diusulkan oleh Bass sebagai pengganti dari istilah ‘transforming’ leadership yang diperkenalkan oleh Burns pada tahun 1978 (Bass, 1995, h.467). Oleh Burns, istilah transforming digunakan sebagai nama sebuah ujung ekstrim garis kontinum yang mengilustrasikan tipe kepemimpinan dengan ujung lain bernama transaksional (Bass, 1995, h.466). Kepemimpinan transaksional adalah gaya memimpin yang ditandai dengan ciri: apabila pengikut melaksanakan tugas dengan benar mereka akan mendapatkan sesuatu sebagai imbalannya (Bass, 1995, h. 466). Adapun kepemimpinan tranformasional adalah kepemimpinan yang memiliki visi ke depan yang jelas dan bagaimana membawa pengikut untuk mencapainya (Ditjen Mandikdasmen, 2007, h. 14). Jika kepemimpinan transformasional diterapkan di sekolah, proses transformasi dilakukan melalui tahap: 1) melihat kondisi nyata/kondisi obyektif sekolah, 2) menetapkan kondisi yang diinginkan, 3) menetapkan besarnya tantangan dengan cara membandingkan kondisi obyektif dengan kondisi yang diinginkan, dan 4) bergerak dari kondisi nyata menuju kondisi yang diinginkan (Ditjen Mandikdasmen, 2007, h.14).
Bass mendiskripsikan ciri pemimpin tranformasional adalah mereka yang 1) memotivasi pengikut untuk berbuat lebih dari yang biasanya, 2) meningkatkan tingkat kesadaran pengikut terhadap masalah-masalah penting, 3) menaikkan tingkat kebutuhan dari kebutuhan akan keamanan atau pengakuan menjadi kebutuhan untuk berprestasi dan mengaktualisasikan diri [lihat: Maslow, 1954), dan/atau 4) membimbing pengikut untuk mengubah [orientasi dari] kepentingan diri sendiri menjadi kepentingan tim atau organisasi (Bass, 1995, h.469). Model kepemimpinan transformasional inilah yang sejak dikenalkan cenderung terus mendapat sambutan positif di seluruh dunia karena diyakini, dan barangkali juga sudah terbukti, mampu membawa organisasi, termasuk sekolah, menuju keadaan yang dicita-citakan. Salah satu bentuk dari kepemimpinan transformasional, berdasarkan cirinya, adalah kepemimpinan dalam menerapkan total quality management (TQM)
Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management/TQM)
Kegagalan yang umum terjadi pada manajemen perubahan, menurut Weller and Hartley (1994) disebabkan oleh sebuah alasan fundamental yakni ‘fragmented programmes and approaches lack a coherent systematic plan or structured process to implement … reforms’ [program yang terfragmentasi, pendekatan kekurangan rencana sistematis yang koheren atau proses terstruktur untuk mengimplementasikan … reformasi] (h.23). Oleh karena itu, untuk menghindari kegagalan tersebut, mereka menyarankan agar sekolah melakukan perencanaan yang jelas yang berdasarkan pola pikir yang terstruktur dan sistematis (h.23). Intinya, seluruh aspek manajemen: perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan segala yang berkaitan dengan itu, dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu dengan berorientasi kepada mutu.

Dari karya Weller dan Hartley ini, dapat ditarik pengertian bahwa TQM adalah upaya sistematis yang menyeluruh dan sungguh-sungguh untuk mengintervensi setiap unsur dalam sistem pendidikan sehingga seluruh aspek memenuhi standar mutu yang ditetapkan. The International Standard Organisation (ISO), mendifinisikan TQM sebagai “a management approach for an organization, centered on quality, based on the participation of all its members and aiming at long-term success through customer satisfaction, and benefits to all members of the organization and to society."pendekatan manajemen untuk sebuah organisasi, yang dipusatkan pada kualitas, berdasarkan partisipasi seluruh anggotanya dan diarahkan pada sukses jangka panjang melalui kepuasan pelanggan, dan keuntungan kepada seluruh anggota organisasi dan masyarakat] (Wikipedia, http://en.wikipedia.org/wiki/ Total_Quality_ Management, 27 Agustus 2007)
Berdasarkan dua pengertian di atas, dapat dideduksikan bahwa upaya sistematis yang menyeluruh dan sungguh-sungguh dalam TQM untuk mengintervensi setiap unsur dalam sistem pendidikan sehingga seluruh aspek memenuhi standar mutu yang ditetapkan, ditujukan untuk mencapai sukses jangka panjang dan dilakukan bersama-sama oleh seluruh warga sekolah. Disini terjadi proses rekursif; yakni, agar mampu menyelenggarakan TQM, sekolah harus menyiapkan SDM yang berkualitas pada semua lapisan agar intervensi terhadap seluruh aspek dalam sistem pendidikan di sekolah dapat dilaksanakan. Dengan kata lain, SDM diubah dulu agar TQM dapat dijalankan. Sebaliknya, penerapan TQM di sekolah adalah cara yang baik untuk meningkatkan kualitas SDM sebab SDM yang tidak mengikuti perubahan itu akan tertinggal. Proses ini akan berhasil dengan syarat pelaksanaan TQM disepakati oleh seluruh warga sekolah dan bersifat partisipatif; bukan paksaan. Pengikut mau berubah karena mereka menginginkannya, bukan karena terpaksa (Evans, 1996, h. 171).
Weller dan Hartley (1994) menyarankan agar TQM tidak mengalami kegagalan, sekolah perlu melakukan hal-hal berikut.
1) Lakukan intervensi terhadap masukan mentah, yakni calon siswa baru, dengan cara menyelenggarakan program untuk menyiapkan mereka mengikuti PBM yang berkualitas. Ini yang disebut Dit. PSMP sebagai program ”bridging course’
2) Untuk menghindari pengaruh buruk yang menghambat TQM, ciptakan budaya kerja, tetapkan visi dan misi bersama, dan jadikan ‘continuous improvement’ sebagai norma sekolah.
3) Kerucutkan tujuan pendidikan dari tujuan yang terlalu luas menjadi tujuan pendidikan di sekolah tersebut secara spesifik.
4) Jangan berfokus pada hasil kerja jangka pendek, misalnya hasil ujian, tetapi harus ada komitmen terhadap tujuan jangka panjang (commitment to constancy of purpose).
5) Evaluasi terhadap performa siswa harap didasarkan pada harapan pelanggan (orang tua siswa/ dunia kerja).
6) Dengarkan pelanggan, dan usahakan memenuhi harapan-harapan mereka agar mereka mau mendukung sekolah.
7) Ciptakan cara mengembangkan dan mengelola SDM untuk mengatasi kekurangan SDM yang bermutu.
8) Bangunlah sistem yang tidak memungkinkan lagi menghasilkan hasil yang tidak bermutu (h.23-28).
Sekali lagi, perlu penegasan disini dalam penerapan TQM terjadi proses rekursif. Untuk melaksanakan TQM diperlukan SDM berkualitas; dan di sisi lain, SDM berkualitas akan terdorong dengan penerapan TQM.
Perubahan karena Penerapan Teknologi
Evans mensinyalir, ’virtually every aspect of our existence has been tranformed by technology, by the revolution of computing, [and] by mass communication’ [hampir setiap aspek keberadaan kita telah berubah karena teknologi, revolusi komputasi, dan komunikasi massal] (Evans, 1996, p.22). Jika kita setuju bahwa pengaruh pemakaian teknologi utamanya teknologi informasi dan komunikasi (TIK) terhadap perubahan gaya dan kualitas hidup termasuk dalam kehidupan berorganisasi sangat kuat, maka tidak terlalu sulit bagi kita untuk percaya bahwa penerapan TIK dapat dijadikan strategi untuk mengubah SDM di sekolah. Seperti halnya pada penerapan TQM, juga terjadi proses rekursif dalam aplikasi TIK di sekolah. Agar TIK dapat diaplikasikan dengan maksimal, diperlukan SDM yang bermutu. Sebaliknya, penggunaan TIK secara sungguh-sungguh akan membantu meningkatkan kualitas SDM
Ditjen Mandikdasmen dan Dit PSMP menggariskan bahwa pemakaian TIK dalam KBM dan manajemen sekolah rintisan SBI adalah wajib (Ditjen Mandikdasmen, 2007, h.14, 16, ; Dit.PSMP, 2007, h.22, 31, 33, 35, 69). Oleh karenanya, sekolah rintisan SBI perlu mengerahkan segala daya upaya untuk memenuhi ketentuan ini. Mengingat penerapan TIK dalam KBM dan menajemen sekolah adalah salah satu bentuk perubahan, maka, sebagaimana yang ditunjukkan oleh Hoy dan Miskel tersebut terdahulu, akan ada perbedaan sikap dari seluruh personel sekolah terhadap penerapan TIK ini. Mandinach (1992) mencatat ada empat kelompok guru dan tenaga kependidikan berdasarkan kapasitasnya dalam memanfaatkan TIK (dalam Eric Development Team, 2003, h.2). Berikut adalah nama dan ciri dari ke empat kelompok dimaksud.

1) Survival stage; ditandai dengan
Berjuang keras melawan teknologi
Mendapatkan banyak masalah dengan teknologi
Tidak mengubah kondisi status quo di kelas yang dia ajar
Menggunakan teknologi hanya jika diperintah
Menghadapi masalah ketika harus memfasilitasi siswa untuk memperoleh akses ke computer
Memiliki harapan yang aneh yakni percaya bahwa pemanfaatan teknologi saja sudah akan mampu mendongkrak prestasi akademik.

2) Mastery stage; memiliki ciri
toleransi terhadap problem hardware dan software telah meningkat
mulai menggunakan bentuk interaksi baru dengan siswa di kelas
kompetensi teknisnya telah meningkat dan mulai bisa mengatasi masalah-masalah ringan pada komputernya.

3) Impact stage, bercirikan
secara teratur mengembangkan inter-relasi kerja dan struktur kelas baru,
menyeimbangkan perintah dengan inisiatif pengembangan,
jarang mendapatkan masalah dengan teknologi
dengan teratur mengembangkan unit-unit pembelajaran yang memanfaatkan teknologi.

4) Innovation stage, memiliki tanda:
memodifikasi lingkungan kelasnya agar dapat mengambil keuntungan maksimal dari kurikulum dan kegaitan pembelajaran yang didukung oleh teknologi (Eric Development Team, 2003, h.2-3)
Untuk mendorong agar tenaga pendidik dan kependidikan dapat segera bergerak dari survival stage ke tingkat-tingkat yang lebih tinggi, berikut adalah saran-sarannya. Pelatihan IT untuk guru harap dilaksanakan dengan model-model yang dapat dipilih, antara lain: 1) IHT sesudah sekolah dengan kendala utama kepayahan guru, 2) Individual coaching, yakni bantuan terhadap individu-individu yang mendapatkan kesulitan, 3) mengkursuskan personel terutama pada saat libur, 4) memberi grant kepada guru yang mampu melatih temannya sampai bisa, dan 5) mengikuti belajar jarak jauh. (Eric Development Team, 2003, h. 4). Saran tentang cara pembelajaran bagi SDM sekolah ini tentu dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi sekolah. Yang terpenting adalah usaha sungguh-sungguh dari jajaran manajemen sekolah untuk mentransformasikan guru dan tenaga kependidikan di sekolah tersebut setidaknya sampai tingkat impact dengan beberapa tokoh yang berada pada tingkat innovation.Penutup Kesimpulan
Agar rintisan SBI dapat menjalankan peran yang dibebankan kepadanya dengan baik, diperlukan SDM yang berkualitas tinggi yang setidak-tidaknya memenuhi kriteria yang ditetapkan baik oleh Ditjen. Mandikdasmnen maupun Dit.PSMP. Untuk pemenuhan kebutuhan SDM sesuai dengan kriteria tersebut, disamping dapat dilakukan pengangkatan atau mutasi, perlu juga dilakukan dengan pengembangan SDM yang ada. Karena untuk berkembang seseorang perlu berubah, maka diperlukan pemahaman yang baik terhadap seluk perubahan baik pada tingkat individu maupun pada tingkat organisasi. Untuk berubah orang perlu belajar sehingga agar terjadi perubahan, berbagai strategi membelajarkan SDM perlu dilakukan. Disamping itu, perubahan kolektif memerlukan manajemen dan kepemimpinan perubahan. Dengan demikian, agar terjadi perubahan yang efektif diperlukan manajemen dan kepemimpinan yang secara jeli dapat memanfaatkan strategi dan kepemimpinan perubahan yang mendukung.

NINUK DWI WURIYANI 5525089386 ALIH PROGRAM BUSANA 2008

PERAN GURU DALAM PEMBELAJARAN

PERAN GURU DALAM PEMBELAJARAN

Pendahuluan Latar Belakang
Sejalan dengan tantangan global, peran dan tanggung jawab guru pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut guru untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian kemampuan professional. Guru harus lebih dinamis dan kreatif dalam mengembangkan proses pembelajaran peserta didik. Guru dimasa mendatang tidak lagi menjadi satu-satunya orang yang palaing well informed terhadap berbagai informasi dan pengetahuan yang sedang tumbuh,berkembang,berinteraksi dengan manusia di jagat raya ini. Di masa depan guru, bukan satu-satunya orang yang lebih pandai di tengah-tengah peserta didiknya.

Jika guru tidak memahami mekanisme dan pola penyebaran informasi yang demikian cepat,ia akan terpuruk secara professional.Kalau hal ini terjadi,a akan kehilangan kepercayaan baik dari pesrta didik,orang tua maupun masyarakat. Untuk menghadapi tantangan profesionalitas tersebut,perlu berfikir secara antisipatif dan proaktif.Artinya guru harus melakukan pembaruan ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya secara terus menerus. Disamping itu, guru masa depan harus paham penelitian gina mendukung terhadap efektifitas pengajaran yang dilakanakannya,sehingga dengan dukungan hasil penelitian guru terjebak pada praktek pengajaran yang menurut asumsi mereka sudah efektif,namun kenyataan justru mematikan kreatifias para peserta didiknya. Begitu juga,dengan dukungan hasil penelitian yang mutakhir memungkinkan guru untuk melakukan pengajaran yang berfariasi dari tahun ke tahun,disesuaikan dengan konteks perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang sedang berlangsung.

Pengertian Peran Guru Dalam Pembelajaran
Peran guru sebagai pendidik (nurturer) merupakan peran-peran yang berkaitan dengan tugas-tugas membri bantuan dan dorongan (supporter) tugas-tugas pengawasan dan pembinaan (supervisor) serta tugas-tugas yang berkaitan dengan mendisiplinkan anak agar anak itu menjadi patuh terhadap aturan-aturan sekolah dan norma hidup dalam keluarga dan masyarakat. Tugas-tugas ini berkaitan dengan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak untuk memperoleh pengalaman-pengalaman lebih lanjut seperti penggunaan kesehatan jasmani,bebas dari orang tua,dan orang dewasa lain, moralitas dan tanggung jawab kemasyarakatan,pengetahuan dan keterampilan dasar,persiapan untuk perkawinan dan hidup berkeluarga,pemilihan jabatan dan hal-hal yang bersifat personal dan spiritual.

Oleh karena itu tugas guru dapat disebut pendidik dan pemelihara anak. guru sebagai penanggung jawab pendisiplinan anak harus mengontrol setiap aktifitas anak-anak agar tingkah laku anak tidak menyimpang denan norma-norma yang ada.

Macam-macam peran guru dalam pembelajaran

1. Peran guru sebagai model atau contoh bagi anak
Setiap anak mengharapkan guru mereka dapat menjadi contoh atau model baginya. Oleh Karena itu tingkah laku pendidik baik guru, orang tua atau tokoh-tokoh masyarakat harus sesuai dengan norma-nora yang dianut oleh masyarakar,bangsa dan Negara. Karena nilai dasar Negara dan bangsa Indonesia adalah Pancasila,maka ingkah laku pendidik harus selalu diresapi oleh nilai-nilai pancasila.

2. Peran guru sebagai pengajar dan pembimbing dala pengalaman belajar
Setiap guru harus memberikan pengetahuan,keterampilan dan pengalaman lain diluar fungsi sekolah seperti persiapan perkawinan dan kehidupan keluarga, hasil belajar yang berupa tingkah laku pribadi dan spiritual dan meilih pekerjaan di masyrakat, hasil belajar yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial tingkah laku social anak. Kurikulum harus berisi hal-hal tersebut di atas sehingga anak memiliki pribadi yang sesuai dengan nlai-nilai hidup yang dianut oleh bangsa dan negaranya, mempunyai pengetahuan dan keterampilan dasar untuk hidup dalam masyarakat dan pengetahuan untuk mengembangkan kemampuannya lebih lanjut.

3. Peran guru sebagai pelajar (leamer).
Seorang guru dituntut untuk selalu menambah pengetahuan dan keterampilan agar supaya pengetahun dan keterampilan yang dikuasai tidak hanya terbatas pada pengetahuan yang berkaitan dengan pengembangan tugas professional, tetapi juga tugas kemasyarakatan maupun tugas kemanusiaan.



4. Peran guru sebagai setiawan dalam lembaga pendidikan.
Seorang guru diharapkan dapat membantu dalam mengembangkan kemampuannya. Bantuan dapat secara langsung melalui petemuan-pertemuan resmi maupun pertemuan insidental.

5. Peran guru sebagai komunikator pembangunan masyarakat.
Seorang guru diharapkan dapat berperan aktif dalam pembangunan di segala bidang yang sedang dilakukan. Ia dapat mengembangkan kemampuannya pada bidang-bidang yang dikuasainya.

6. Peran guru sebagai administrator.
Seorang guru tidak hanya sebagai pendidik dan pengajar, tetapi juga sebagai administrator pada bidang pendidikan dan pengajaran. Oleh karena itu seorang guru dituntut bekerja administrasi teratur. Segala pelaksanaan dalam kegiatannya proses belajar mengajar perlu diadministrasikan secara baik. Sebab administrasi yang dikerjakan seperti memmbuat rencana mengajar, mencatat hasil belajar dan sebagainya merupakan dokumen yang berharaga bahwa ia telah melaksanakan tugasnya dengan baik.

Dalam era kemandirian sekolah danera Manajemen Berbasis sekolah (MBS), tugas dan tanggung jawab yang pertama dan yang utama dari para pimpinan sekolah adalah menciptakan sekolah yang mereka pimpin menjadi semakin efektif, dalam arti menjadi semakin bermanfaat bagi sekolah itu sendiri dan bagi masyarakat luas penggunanya. Agar tugas dan tanggung jawab para pimpinan sekolah tersebut menjadi nyata,kiranya mereka perlu memahami,mendalami,dan menerapkan beberapa konsep ilmu manajemen yang dewasa ini telah dikembang mekarkan oleh pemikir-pemikir dfalam dunia bisnis.

Peran Guru dalam Proses Pendidikan
Efektifitas dan efisien belajar individu disekolah sangat bergantung kepada Peran guru Seorang guru yang ideal seyogyanya dapat berperan sebagai:
a. Konservator (Pemelihara)
Sistem nilai yang merupakan sumber norma kecerdasan.
b. Inovator (Pengembang)
Sistem ilmu pengetahuan.

c. Transmitor (Penerus)
Sistem-sistem nilai tersebut kepada peserta didik
d. Transformator (Penterjemah)
Sistem-sistem nilai tersebutmelalui penjelmaan dalam pribadinya dan perilakunya dalam proses interaksi dengan sasaran didik.
e. Organisator (Penyelenggara)
Terciptanya proses edukatif yang dapat dipertanggungjawabkan,baik secara formal (kepada pihak yang mengangkat dan menugaskannya) maupun secara moral(kepada sasaran didik,serta Tuhan yang menciptakannya).

Peran Guru Dalam Proses pembelajaran peserta didik
a. guru sebagai perencana (Planner)Yang harus mempersiapkan apa yang akan dilakukan didalam proses belajar mengajar
b. guru sebagai pelaksana (Organizer)
Yang harus dapat menciptakan situasi,memimpin,merangsang,menggerakan, dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan rencana,, dimana ia bertindak sebagai orang sumber,konsultan kepemimpinan yang bijaksana dalam arti demokratik dan humanistic (manusiawi)selama proses berlangsung.
c. guru sebagai penilai (Evaluator)
Yang harus mengumpulkan,menganalisa,menafsirkan,dan akhirnya harus memberikan pertimbangan,atas tingkat keberhasilan proses pembelajaran,berdasarkan criteria yang ditetapkan,baik mengenai aspek keefektipan prosesnya maupun kulifikasi produknya.
d. guru sebagai Pembimbing (Teacher Ccounsel)
Dimana guru dituntut untuk mampu mengidentifikasi peserta didik yang diduga mengalami kesulitan dalam belajar,dan kalau masih dalam batas kewenangannya,harus membantu pemecahannya (remedial teaching).

Peran Guru Di Sekolah, Keluarga dan Masyarakat
Disekolah guru berperan sebagai perancang pembelajaran,pengelola pembelajaran,penilai hasil pembelajaran peserta didik,pengarag pembelajaran,dan pembimbing peserta didik.Sedangkan dalam kelurga, guru berperan sebagaipendidik dalam keluarga (pamily educator). Sementara itu dimasyarakat, guru berperan sebagai Pembina masyarakat (social developer),agen masyarakat (socil masyarakat).
Lebih jauh dikemukakan pula tentang peranan guru yang berhubungan dengan aktivitas pengajaran an adminisrasi pendidikan,diri pribadi,dan dari sudut pandang psikologis.

Dalam hubungannya dengan aktivitas pembelajaran dan administasi pendidikan, guru berperan sebagai:
a. Pengambil inisiatif,pengarah dan penilai pendidikan.
b. Wakil masyarakat disekolah Artinya guru berperan sebagai pembawa suara an kepentingan masyarakat dalam pendidikan.
c. Seorang pakar alam bidangnya Yaitu mengusai bahan yang harus dikerjakannya
d. Penegak disiplin Yaitu guru harus menjaga agar para peserta didik melaksanakan disiplin
e. Pelaksana administrasi pendidikan Yaitu guru bertanggung jawab agar pendidikan dapat berlangsung dengan baik.
f. Pemimpin generasi muda Artinya guru bertanggung jawab untuk mengarahkan perkembangan peserta didik sebagai generasi muda yang akan menjadi pewaris masa depan
g. Penterjemah kepada masyarakat Yaitu guru berperan untuk menyampaikan berbagai masyarakat.

Dipandang dari segi diri pribadinya,seorang guru berperan sebagai :
a. Pekerja social Yaitu seorang yang harus memberikan pelayanan pelayanan kepada masyarakat.
b. Pelajar dan ilmuan Yaitu seorang yang harus senantiasa belajar secara terus menerus untuk mengembangkan penguasaan keilmuannya.
c. Orang Tua Artinya guru adalah wakil dari orang tua peserta didik bagi setiap peserta didik disekolah
d. Model Keteladanan Artinya guru adalah model perilaku yang harus dicontoh oleh para peserta didik.
e. Pemberi keselamatan bagi setiap peserta didik diharapkan akan merasa aman berada dalam didikan gurunya.

Dipandang dari sudut secara biologis, guru berperan sebagai;
a. Pakar psikologis pendidikan Artinya guru merupakan seorang yang memahami psikologi penidikan dan mampu mengamalkanya dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik.
b. Seniman dalam hubungan antar manusia Artinya guru adalah orang yang memiliki kemampuan menciptakan suasana hubungan antar manusia khususnya dengan para peserta didik sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan.
c. Pembentuk kelompok Yaitu mampu membentuk menciptakan kelompok dan akivitasnya sebagai cara untuk mencapai tujuan pendidikan
d. Inovator guru merupakan oran yang mampu menciptakan suatu pembaharuan bagi membuat suatu hal yang baik
e. Petugas kesehatan mental Artinya guru bertanggung jawab bagi terciptanya kesehatan mental para peserta didik

Semua orang yakin bahwa guru memiliki adil yang sangat besar dalam membentuk perkembangan peserta didik untuk menwujudkan tujuan hidupnya. Secara optimal keyakinan ini muncul karena manusia adalah makhluk lemah yang dalam perkembangan senantiasa membutuhkan orang lain sejak lahir bahkan pada saat meninggal.

Minat, bakat, kemampuan dan potensi yang dimiliki peserta didik tidak dapat berkembang secara optimal tanpa bantuan guru dalam kaitan ini guru dalam hal ini guru perlu memperhatikan peserta didik agar dapat mengembangkan potensinya secar optimal. Dalam hai ini guru harus kreatif, professional dan menyenangkan dengan memposisikan diri sebagai berikut.

Guru sebagai pendidik
Guru adalah pendidik yang menjadi tokoh, panutan dan identifikasi bagi para peserta didik dan di lingkungan yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri dan disiplin.

Berkaitan dengan tanggung jawab : guru harus mengetahui serta memahami nilai, norma, moral dan social, serta perilaku berbuat sesuai dengan nilai dan norma tersebut. Guru juga harus bertanggung jawab terhadap segala tindakannya dalam pembelajaran di sekolah dan dalam kehidupan bermasyarakat. Demikian juda guru harus mampu mengambil keputusan secara mandiri.

Kode Etika Profesi Guru
§ Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk Manusia Pembangunan Pancasila.
§ Guru menghormati hak individu dan kepribadian anak didiknya masing-masing
§ Guru berusaha mensukseskan pendidik yang serasi jasmani rohani bagi anak didiknya.
§ Guru melatih dalam memecahkan masalah-masalah dan membina daya kreasi anak didik agar kelah dapat menunjang masyarakat yang sedang membangun.
§ Guru membantu sekolah di dalam usaha menanamkan pengetahuan ketrampilan kepada anak didik.
§ Guru memiliki professional. Sesuai dengan kebutuhan anak didik masing-masing.
§ Guru menghargai dan memperhatikan perbedaan dan kebutuhan anak didiknya masing-masing
§ Guru hendaknya luwes di dalam menerapkan kurikulum sesuai dengan kebutukan anak didik masing-masing.
§ Guru memberi pelajaran di dalam dan di luar sekolah berdasarkan kurilulum tanpa membedakan jenis dan posisi orang tua muridnya
§ Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua murid.
§ Guru menciptakan kehidupan sekolaj sehingga anak didik betah berada belajar di sekolah.
§ Guru menciptakan hubungan baik dengan orang tua muris sehingga terjalin pertukaran informasi timbale balik untuk kepentingan anak didik dan lain-lain.
§ Guru mengadakan komunikasi terutama dalam memperoleh informasi tentang anak didik.
§ Guru berkaitan membimbing anak didik sentuhannya untuk membentuk manusia pembangunan pancasila.
§ Untuk menghasilkan pendidik , maka guru harus terus mengetahui kepribadian anak dan latar belakang keluarganya.
§ Guru memelihara hubungan baik dengan masyarakat di sekitar sekolahnya
§ Komunikasi guru ini hanya diadakan semata-mata untuk kepentingan pendidikan anak didik.
§ Guru harus memperluas pengetahuan masyarakat mengenai profesi keguruan.
§ Guru turut menyebarkan program-program pendidikan dan kebudayaan di tempat itu dan kepada masyarakat sekitarnya.
§ Guru secara sendiri-sendiri atau secara bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu profesi :
Guru melanjutkan studinya dengan :
o Membaca buku
o Mengikuti lokarya, seminar, gerakan koperasi dan pertemuan pendidikan dan keilmuan lainnya.
o Mengikuti penataran
o Mengadakan kegiatan-kegiatan penelitian
Guru selalu berbicara, besikap dan bertindak sesuai dengan martabat pofesinya
§ Guru menciptakan dan memelihara hubungan antara sesame guru di lingkungan kerja maupun hubungan keseluruhan.
§ Guru senantiasa saling bertukat informasi, pendapat, saling menasehati dan Bantu-membantu satu sama lainnya, bail dalam hubungan kepentingan pribadi maupun dalam tugas menunaikan tugas dan profesinya.
§ Guru jangan melakukan tindakan-tindakan yang merugikan nama baik rekad seprofesinya dalam menunjang martabat guru baik secara keseluruhan maupun pribadi.

Penutup Kesimpulan
guru di sekolah adalah pendidik,tugasnya membimbing dan mendampingi siswa agar kelak dapat hidup mandiri,sedangkan guru di Bimbel adalah pengajar,tugasnya member bimbingan yang ekstra atau lebih kepada siswa dapat menjawab soal dengan cepat dan tepat. Dalam KTSP, guru adalah inisiator,konseptor,planner dan programmer. Dengan kata lain, guru disekolah adalah pembimbing siswa agar belajar menurut bakat dan minatnya.

Peran guru sebagai perncana (planner) pada tahap ini melakukan identifikasi masalah yang ada dikelas yang akan digunakan untuk kegiatan lesson study dan perencanaan alternatif pemecahannya,selanjutnya disusun dan dikemas dalam suatu perangkat pembelajaran yang terdiri atas:
1. Rencana pembelajaran
2. Petunjuk pelaksanaan pambelajaran
3. Lembar kerja siswa
4. Media atau alat peraga pembelajaran
5. Instrumen penilaian pross hasil pembelajaran
6. Lembar obserfasi pembelajaran

NINUK DWI WURIYANI 5525089386 ALIH PROGRAM BUSANA 2008

PROFESI PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

PROFESI PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Pengertian Profesi Pendidikan dan Tenaga Kependidikan
Seorang widyaiswara senior di Pusdiklat Diknas secara terus terang menyatakan kekecewaannya terhadap UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, lantaran dalam UU SPN itu hanya memuat dua patah kata guru, yakni pada Pasal 39 ayat 3 dan 4. Hal tersebut terjadi karena pengertian guru diperluas menjadi ‘pendidik’ yang dibedakan secara dikotomis dengan ‘tenaga kependidikan’, sebagaimana tertuang secara eksplisit dalam Bab XI tentang ‘pendidik’ dan tenaga kependidikan. ‘pendidik’ dijelaskan pada ayat 2, yakni: ‘pendidik’ merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi ‘pendidik’ pada perguruan tinggi'. Dalam ayat 3 dijelaskan lebih lanjut bahwa ‘pendidik’ yang mengajar pada satuan pendidikan dasar dan menengah disebut guru, dan ‘pendidik’ yang mengajar pada satuan pendidikan tinggi disebut dosen'. Sementara itu, istilah ‘tenaga kependidikan’ dijelaskan dalam Pasal 39 ayat 1 bahwa ‘tenaga kependidikan’ bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan'. Termasuk dalam kategori ‘tenaga kependidikan’ dalam hal ini adalah kepala sekolah, pengawas, dan tenaga lain yang menunjang proses pembelajaran di sekolah.
Yang menjadi persoalan terminologis dalam hal ini adalah karena guru dikenal dengan empat fungsi sekaligus dalam proses pembelajaran, yakni mengajar, mendidik, melatih, dan membimbing. Dengan demikian, seharusnya pengertian guru lebih luas dibandingkan dengan pendidik. Bahkan dosen di perguruan tinggi pun sebenarnya juga disebut guru. Bahkan perguruan tinggi juga menggunakan istilah Guru Besar. Selain itu, guru pada jenjang pendidikan dasar dan menengah pun memiliki kompetensi untuk melakukan penelitian tindakan kelas (classroom action research) dan menjalin hubungan dan kerja sama dengan orangtua siswa dan masyarakat yang tergabung dalam Komite Sekolah.
Lepas dari persoalan terminologis tersebut, apakah ia akan tetap disebut guru ataukah pendidik, kedua-duanya mengemban tugas mulia sebagai tenaga profesi, yang memiliki kaidah-kaidah profesional sebagaimana profesi lain seperti dokter, akuntan, jaksa, hakim, dan sebagainya.Profesi Penidik merupakan profesi yang sangat penting dalam kehidupan suatu bangsa hal ini tidak lain karena posisi pendidikan yang sangat penting dalam konteks kehidupan bangsa. Pendidik merupakan unsure dominant dalam suatu proses pendidikan, sehingga kualitas pendidikan banyak ditentukan oleh kualitas pendidik dalam menjalankan peran dan tugasnya di masyarakat.

Dengan mengingat hal tersebut, maka jelas bahwa upaya-upaya untuk terus mengembangkan profesi pendidik ( Guru ) menjadi suatu syarat mutlak bagi kemajuan suatu bangsa, meningkatnya kualitas pendidik akan mendorong pada peningkatan kualitas pendidikan baik, proses maupun hasilnya.

1. Pengembangan Profesi pendidik / Guru
Dalam konteks Indonesia dewasa ini. Nampak kecenderungan makin menguatnya upaya pemerintah untuk terus mengembangkan profesi pendidik sebagai profesi yang kuat dan dihormati sejajar dengan profesi lainnya yang sudah lama berkembang, hal ini terlihat dari lahirnya UU No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen. Undang-undang ini jelas menggambarkan bagaimana pemerintah mencoba mengembangkan profesi pendidik melalui perlindungan hokum dengan standart tertentu yang diharapkan dapat mendorong pengembangan profesi pendidik.

Pengembangan diri sendiri lebih penting dan strategis dalam upaya pengembangan profesi, ini didasarkan beberapa beberapa alas an yaitu :
§ Perlindungan hokum penting dalam menciptakan kondisi dasar bagi penguatan profesi pendidik, namun tidak dapat menjadikan substansi pengembangan profesi pendidik otomatis terjadi.
§ Perlindungan hokum dapat memberikan kekuasaan legal pada pendidik, namun akan sulit menumbuhkan profesi pendidik dalam pelaksanaan peran dan tugasnya di bidang pendidikan.
§ Pengembangan diri sendiri dapat menjadikan profesi pendidik sadar dan terus memberdayakan diri sendiri dalam meningkatkan kemampuan berkaitan dengan peran dan tugasnya di bidang pendidikan.
§ Pengembangan diri sendiri dapat memberikan kekuasaan keahlian pada pendidik, sehingga dapat menjadikan pendidik sebagai profesi yang kuat dan penting dalam proses pendidikan bangsa.
2. Strategi Pengembangan Profesi Pendidik / Guru
Dengan mengingat hal tersebut, maka diperlukan strategi yang tepat upaya menciptakan iklim kondusif bagi pengembangan profesi tenaga pendidik, stiuasi kondusif ini jelas amat diperlukan oleh tenaga pendidik untuk dapat mengembangkan diri sendiri kearah profesionilsme pendidik. Dalam hal ini, terdapat beberapa strategi yang bias dilakukan untuk menciptakan situasi yang kondusif bagi pengembangan profesi pendidik, yaitu :
§ Strategi perubahan paradigma ialah strategi ini mulai dengan mengubah paradigma birokasi agar menjadi mampu mengembangkan diri sendiri sebagai institusi yang berorientasi pelayanan, bukan dilayani.
§ Strategi debirokratisasi ialah strategi ini untuk mengurangi tingkatn birokasi yang dapat menghambat pada pengembangan diri pendidik.

3. Pengembangan profesi tenaga pendidik dan arah perkembangan pendidikan di Indonesia.
Berbagai bidang kehidupan di Indonesia ini banyak sekali, wilayah lautan, kesuburan tanah jelas menjadi dasar bagi pemilihan bidang pekerjaan yang dapat diambil oleh manusia terdidik, sehingga focus untuk menjadi pegawai jelas merupakan sikap yang mempersempit bidang kehidupan padahal bidang kehidupan itu sendiri sangat beragam, dan bagi bangsa Indonesia, potensi yang ada jelas memungkinkan manusia terdidik untuk berperan di dalamnya.

Dalam kondisi ketertinggalan serta arah pendidikan yang tidak / kurang mempertimbangkan potensi luhur bangsa, peran tenaga pendidik menjadi sangat penting dan menentukan dalam tataran mikro pendidikan ( sekolah, kelas ). Untuk itu pengembangan diri sendiri tenaga pendidik akan menjadi landasan bagi penumbuhan kesadaran pada peserta didik tentang perlunya berusaha terus meningkatkan kualitas pendidikan diri serta mengarahkannya pada kesadaran untuk melihat dan memanfaatkan potensi luhur bangsa dalam mengisi kehidupan kelak sesudah selesai mengikuti pendidikan.

Oleh karena itu pengembangan profesi pendidik akan memberi dampak besar bagi peningkatkan kualitas pendidikan yang sekarang masih tertinggal, serta memberi arah yang tepat pada peserta didik dalam berperan di masyarakat untuk ikut bersama masyarakat dalam membangun bangsa.

4. Pengembangan profesi tenaga pendidik berbasis kemandirian dna marketing
Pengembangan profesi tenaga pendidik merupakan hal yang sangat penting dan strategis dalam meningkatkan kualitas pendidikan serta arah pendidikan agar sesuai dengan potensi luhur yang dimiliki bangsa. Untuk itu pengembangannya perlu didasarkan pada kemandirian dan marketing. Kemandirian dimaksudkan agar dapat tumbuh kepercayaan diri pada tenaga pendidik atas kemampuan serta peranannya yang penting dalam pembangunan bangsa, sedangkan marketing dimaksudkan agar tenaga pendidik dapat menawarkan ide-idenya dengan cepat sehingga dapat diterima oleh masyarakat, khususnya peserta didik.

Kemandirian pada dasarnya merupakan kemampuan untuk berani dalam mewujudkan apa yang menjadi keyakinannya dengan dasar keahlian, kemandirian akan menjadi dasar yang memungkinkan seseorang mampu mengaktualiasikan dirinya. Oleh karena itu kemandirian menjadi amat penting dalam konteks pengembangan profesi tenaga dapat berani melakukan hal-hal yang inovatif dan kreatif sehingga proses pendidikan / pembelajaran akan lebih mendorong siswa untuk makin menyukai dan rajin belajar sehingga hai ini akan mendorong pada peningkatkan kualitas pendidikan.

5. Pengembangan profesi tenaga pendidik dan pendorong inovasi
Pengembangan profesi tenaga pendidik pada dasarnya hanya akan berhasil dengan bail apabila dampaknya dapat menumbuhkan sikap inovatif. Sikap inovatif ini akan makin memperkuat kemampuan professional tenaga pendidik, untuk itu menurut Prof Idochi diperlukan tujuh pelajar guna mendorong tenaga pendidik bersikap inovatif serta dapat dan mau melakukan inovasi, ketujuh pelajaran itu adalah sebagai berikut :
§ Belajar kreatif, belajar dengan berbagai cara baru untuk mendapatkan pengetahuan baru, menuntut upaya-upaya untuk terus mencari.
§ Belajar seperti kupu-kupu amat pentingn mengingat kupu-kupu selalu peka dengan sari yang ada pada bunga serta selalu berupaya untuk mencari dan menjangkaunya.
§ Belajar keindahan dunia dan indahnya jadi pendidik, ialah keindahan indahnya jadi pendidik. Pendidik adalah perancang masa depan siswa dan sebagai perancang professional, maka tenaga pendidik menginginkan dan berusaha untuk membentuk peserta didik lebih baik dan lebih berkualitas dalam mengisi kehidupanya di masa depan.
§ Belajar mulai dari yang sederhana dan konkrit, dengan tetap berpikir besar. Mulai dari yang kecil pada tataran mikro melalui pembelajaran di kelas, maka guru sebagai tenaga pendidik sebenarnya sedang mengukir masa depan manusia di masa yang akan dating.
§ Belajar rotasi kehidupan, kesadaran ini dapat menumbuhkan semangat untuk terus berupaya mencari berbagai kemungkinan untuk menjadikan rotasi kehidupan itu sebagai itu hikmah yang perlu disikapi dengan supaya yang lebih baik dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik.
§ Belajar koordinasi dengan orang professional yang diperlukan upaya untuk selalu berhubungan dan berkoordinasi dengan orang professional dalam berbagai bidang pendidikan.
§ Belajar ke luar dengan kesatuan fikiran dalam upaya untuk membangun pendidikan guna mengejar ketinggalan serta meluruskan arah pendidikan yang sesuai dengan nilai luhur bangsa.

Tujuh pelajaran penting bagi tenaga pendidik dalam upaya mengebangkan diri sendiri menjadi orang professional. Dalam kaitan ini, ketujuh pelajaran tersebut membentuk suatu keterpaduan dan saling terkait dalam membentuk tenaga pendidik yang professional dan inovatif.

NINUK DWI WURIYANI 5525089386 ALIH PROGRAM BUSANA 2008

UU GURU DAN DOSEN

UU GURU DAN DOSEN

Latar Belakang UU Guru dan Dosen
Sejak awal pembahasan UU Guru dan Dosen, pertanyaan yang banyak muncul di masyarakat luas adalah : “ Untuk siapa UU Guru dan Dosen tersebut ? “ hal ini mengemuka karena ada kekhawatiran UU tersebut tidak dapat memayungi seluruh guru. Dengan kata lain ditakutkan adanya proses diskriminasi antara guru PNS dan guru swasta.

Khusus posisi guru swasta selama ini memang seolah-olah tidak dipayungi oleh UU yang ada meskipun secara eksplisit sudah tercantum dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Dari sudut UU kepegawaian jelas tidak menkhususkan untuk guru, karena yang diatur adalah pegawai pemerintah (PNS) sedangkan dari sudut UU Ketenagakerjaan juga akan sangat sulit karena penyelenggara pendidikan adalah yayasan. Sehingga guru tidak dapat dikatagorikan sebagai tenaga kerja atau buruh. Bisa dikatakan sebelum UU Guru dan Dosen disahkan, guru guru tidak mempunyai payung hukum yang jelas. Yang memang mengatur segala sesuatu secara khusus yang menyangkut guru, seperti halnya dengan UU Tenaga Kerja dan UU Kepegawaian.

Sekilas UU Guru dan Dosen:
UU Guru dan Dosen mendapatkan sambutan yang hangat, terutama dari kalangan pendidik. UU ini dianggap bisa menjadi payung hukum unuk Guru dan Dosen tanpa adanya perlakuan yang berbeda antara guru negeri dan swasta. Meskipun di beberapa bagian masih sangat hangat diperbincangkan dan menjadi perdebatan yang sangat seru. UU Guru dan Dosen secara gamblang dan jelas mengatur secara detail aspek-aspek yang selama ini belum diatur secara rinci. Semisal, kedudukan, fungsi dan tujuan dari guru, hak dan kewajiban guru kompetensi dll. Yang perlu digaris bawahi dan mendapat sambutan positif dari masyarakat terhadap UU Guru dan Dosen adalah hal-hal yang menyangkut :
a. Kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi.
b. Hak dan kewajiban.
c. Pembinaan dan pengembangan.
d. Penghargaan,
e. Perlindungan
f. Organisasi profesi dan kode etik.
Enam indikator diatas belum diatur secara rinci, sehingga sangat sulit untuk mengharapkan profesionalitas guru guru di Indonesia.

Ada beberapa hal dalam UU Guru dan Dosen yang sampai saat ini masih hangat dibicarakan, hal-hal tersebut adalah :
a. Standardisasi.
• Standardisasi penyelenggaraan pendidikan.
Sampai saat ini cukup banyak penyelenggara pendidikan (yayasan-yayasan) yang tidak jelas keberadaannya. Dalam pelaksanaanya banyak lembaga pendidikan yang belum memenuhi standar mutu pelayanan pendidikan dan standart mutu pendidikan yang diharapkan. Hal ini disebabkan yayasan-yayasan tersebut terkesan memaksakan diri untuk mendirikan lembaga pendidikan, sehingga banyak lembaga pendidikan guru yang tidak kompeten, organisasi yang tidak dikelola dengan baik dll.

Penyelenggara pendidikan seperti diatas jumlahnya cukup besar di indonesia. Dengan lahirnya UU Guru dan Dosen diharapkan dapat menjadi acuan untuk memperbaiki kualitas mutu pelayanan pendidikan di masyarakat baik itu negeri maupun swasta.
• Standardisasi kompetensi guru
Hal ini akan tercantum pada pasal 8 UU Guru dan Dosen yang menjelaskan tentang Sertifikat Profesi Pendidik. Pasal 8 menyebutkan : ” guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”.

Banyak pihak mengkhawatirkan program sertifikasi ini (yang diselenggarakan oleh LPTK) nantinya akan menimbulkan masalah baru di dunia pendidikan, terutama yang mengarah pada terciptanya lembaga yang menjadi sarang kolusi dan korupsi baru. Yang pada akhirnya akan memperburuk kondisi pendidikan bangsa.

Sedang semangat dari pasal ini adalah untuk meningkatkan kompetensi pendidik itu sendiri, serta berusaha lebih menghargai profesi pendidik. Dengan sertifikasi diharapkan lebih menghargai profesi guru, dan meningkatkan mutu guru di Indonesia. Hal ini dilakukan sebagai langkah menjadikan guru sebagai tenaga profesional.

b. Kesejahteraan atau Tunjangan.
Item Hak guru yang tercantum pada pasal 14 UU Guru dan Dosen adalah bentuk penghargaan pemerintah dan masyarakat guru Untuk indikator penghasilan guru PNS sudah diatur Pasal 15 ayat 1. guru berhak untuk mendapatkan tunjangan, yaitu :
1. Tunjangan profesi.
2. Tunjangan Fungsional.
3. Tunjangan Khusus.
Tiga jenis tunjangan diatas diatur dalam pasal 16,17 dan 18 UU Guru dan Dosen Tunjangan profesi diberikan kepada guru baik guru PNS ataupun guru swasta yang telah memiliki sertifikat pendidik.

Disamping tunjangan diatas, guru juga berhak untuk memperoleh ”maslahat tambahan” yang tercantum dalam pasal 19 UU Guru dan Dosen. Maslahat Tambahan tersebut meliputi :
1. Tunjangan pendidikan.
2. Asuransi pendidikan.
3. Beasiswa.
4. Penghargaan bagi guru
5. Kemudahan bagi putra-putri guru untuk memperoleh pendidikan.
6. Pelayangan kesehatan.
7. Bentuk kesejahteraan lain.

c. Organisasi profesi dan dewan kehormatan.
Dengan lahirnya UU Guru dan Dosen ini diharapkan bida didirikan organisasi profesi yang dapat mewadahi (terutama) guru yang dapat menjalankan fungsinya sebagai orgnisasi profesi yang independen dan diharapkan dapat menjadi lembaga yang benar-benar memperjuangkan nasib guru. Demikian pula dengan dewan kehormatan yang tercipta dari organisasi profesi yang independent diharapkan menjadi penngawal pelaksanaan kode etik guru.

d. Perlindungan.
Setiap guru berhak mendapatkan perlindungan dalam melaksanakan tugasnya. Perlindungan untuk guru meliputi :

o Perlindungan hukum.
Perlindungan hukum mencakup perlindugan atas tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil.

o Perlindungan profesi.
Perlindungan profesi mencakup perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pelecehan terhadap profesi serta pembatasan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas.

o Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
Perlindungan ini mencakup perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja atau resiko lain.

UU Guru dan Dosen mungkin masih harus di perdebatkan dalam rangka memperbaikinya di masa yang akan datang. Apalagi ada beberapa hal memang tidak serta merta dapat dilaksanakan. Pemberian tunjangan kepada seluruh guru, akan sangat terganturng anggaran pemerintah. Sehingga pada saat anggaran pendidikan belum mencapai 20% dari APBN maka akan sangat sulit dilaksanakan. Demikian pula dengan program sertifikasi dll, masih memerlukan proses untuk pelaksanaan dan mencapai tujuan yang diharapkan.

Namun diharapkan dengan adanya 2 (dua) undang-undang yaitu Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU Guru dan Dosen diharapkan akan memperbaiki mutu pendidikan nasional secara keseluruhan.

Upaya Peningkatan Kualitas Pendidikan
Pembangunan Pendidikan Nasional Indonesia mendapat roh baru dalam pelaksanaanya sejak disahkannya Undang-Undang No. 23 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Selaras dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional maka Visi pembangunan pendidikan nasional adalah “ Terwujudnya Manusia Indonesia Yang Cerdas, Produktif dan Berakhlak Mulia “. Beberapa indikator yang menjadi tolak ukur keberhasilan dalam pembangunan pendidikan nasional :

a. Sistem pendidikan yang efektif, efisien.
b. Pendidikan Nasional yang merata dan bermutu.
c. Peran serta masyarakat dalam pendidikan.

Permasalahan klasik di dunia pendidikan dan sampai saat ini belum ada langkah-langkah strategis dari pemerintah untuk mengatasinya adalah

a. Kurangnya Pemerataan kesempatan pendidikan.
Sebagian besar masyarakat merasa hanya memperoleh kesempatan pendidikan masih terbatas di tingkat sekolah dasar.

b. Rendahnya tingkat relevansi pendidikan dengan kebutuhan dunia kerja.
Hal ini dapat dilihat dari jumlah angka pengangguran yang semakin meningkat di Indonesia, yang kenyataanya tidak hanya dipengaruhi oleh terbatasnya lapangan kerja. Namun adanya perbedaan yang cukup besar antara hasil pendidikan dan kebutuhan kerja.

c. Rendahnya mutu pendidikan.
Untuk indikator rendahnya mutu pendidikan dapat dilihat dari tingkat prestasi siswa. Semisal kemampuan membaca, pelajaran IPA dan Matematika. Studi The Third International Mathematic and Science Study Repeat TIMSS-R pada tahun 1999 menyebutkan bahwa diantara 38 negara prestasi siswa SMP Indonesia berada pada urutan 32 untuk IPA dan 34 untuk Matematika.

Guru dan Kualitas Pendidikan
“guru Kencing berdiri, murid kecing berlari”. Pepatah ini dapat memberi kita pemahaman bahwa betapa besarnya peran guru dalam dunia pendidikan. Pada saat masyarakat mulai menggugat kualitas pendidikan yang dijalankan di Indonesia maka akan banyak hal terkait yang harus dibenahi. Masalah sarana dan prasarana pendidikan, sistem pendidikan, kurikulum, kualitas tenaga pengajar (Guru dan Dosen), dll. Secara umum guru merupakan faktor penentu tinggi rendahnya kualitas hasil pendidikan. Namun demikian, posisi strategis guru untuk meningkatkan mutu hasil pendidikan sangat dipengaruhi oleh kemampuan profesional, faktor kesejahteraannya, dll. Khusus guru, di Indonesia untuk tahun 2005 saja terdapat kekurangan tenaga guru sebesar 218.838 (menurut data direktorat tenaga kependidikan).
Kekurangan Guru Tahun 2004-2005
TINGKAT 2004 2005 KEBUTUHAN
KEBUTUHAN PENSIUN KEBUTUHAN PENSIUN
TK 893 187 1,080 260 1,340
SD 63,144 20,399 83,543 23,918 107,461
SMP 57,537 4,707 62,244 6,270 68,514
SMU 26,120 1,498 27,618 1,685 29,303
SMK 9,972 1,073 11,045 1,175 12,220
TOTAL 157,666 27,864 185,530 33,308 218,838
Sumber : Data Direktorat Tenaga Kependidikan, 2004

Dengan jumlah kekurangan guru yang cukup besar maka kita juga tidak dapat berharap akan terciptanya kualitas pendidikan. Disamping itu masalah distribusi guru juga tidak merata, baik dari sisi daerah maupun dari sisi sekolah. Dalam banyak kasus, ada SD yang hanya memiliki tiga hingga empat orang guru sehingga mereka harus mengajar secara paralel dan simultan.

Belum lagi hal yang berkaitan dengan prasyarat akademis, baik itu menyangkut pendidikan minimal maupun kesesuaian latar belakang bidang studi dengan pelajaran yang harus diberikan. Semisal, masih cukup banyak guru SMA/SMK yang belum berkualifikasi pendidikan sarjana atau strata satu. Seperti yang bersyaratkan dalam UU Guru dan Dosen.

Guru Menurut Ijazah Tertinggi Tahun 2002 / 2003
No Pendidikan Jumlah
guru Ijazah Tertinggi i(dalam %)
1 TK 137.069 90.57 5.55 - 3.88 -
2 SLB 8.304 47.58 - 5.62 46.35 0.45
3 SD 1.234.927 49.33 40.14 2.17 8.30 0.05
4 SMP 466.748 11.23 21.33 25.10 42.03 0.31
5 SMA 230.114 1.10 1.89 23.92 72.75 0.33
6 SMK 147.559 3.54 1.79 30.18 64.16 0.33
7 PT 236.286 - - - 56.54 43.46
Sumber : Balitbang 2004
Dari distribusi data diatas dapat diketahui bahwa angka guru yang belum memenuhi kualifikasi akademisnya cukup besar.
• Untuk tingkat SMA, yang memenuhi kualifikasi S1 sebesar 72,75% sedang sisanya yang mencapai angka 27% belum mencapai kualifikasi.
• Demikian pula untuk strata satu (S1) hampir sebagian besar dosennya hanya mempunyai kualifikasi sarjana, dimana kualifikasi tersebut seharusnya adalah master atau doktor.

Disamping kualifikasi akademis yang mendasar, guru juga sangat jarang diikutkan untuk pelatihan-pelatihan untuk dapat meningkatkan kemampuannya. Padahal seorang guru, secara garis besar harus mempunyai kemampuan untuk :
1. penguasaan materi/bahan pelajaran.
2. perencanaan program proses belajar-mengajar.
3. kemampuan dalam pelaksanaan proses belajar-mengajar.
4. kemampuan penggunaan media dan sumber pelajaran.
5. kemampuan evaluasi dan penilaian.
6. kemampuan program penyuluhan dan bimbingan.
7. Dll.

Ninuk Dwi Wuriyani 5525089386 alih program busana 2008