Jumat, 08 Januari 2010

AKREDITASI SEKOLAH/MADRASAH

AKREDITASI SEKOLAH / MADRASAH

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Di dalam Konstitusi Negara Republik Indonesia ditegaskan bahwa pendidikan merupakan sarana mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yaitu :” Melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia”. Untuk mewujudkan itu semua perlu diusahakan terselenggaranya satu sistem pendidikan nasional yang bermutu dan mengikatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Agar mutu pendidikan itu sesuai dengan apa yang seharusnya dan apa yang diharapkan oleh masyarakat, maka perlu ada standar yang dijadikan pagu (benchmark). Setiap sekolah/madrasah secara bertahap dikembangkan untuk menuju kepada pencapaian standar yang dijadikan pagu itu. Acuan ini seharusnya bersifat nasional, baik dilihat dari aspek masukan, proses, maupun lulusannya. Apabila suatu sekolah/madrasah, misalnya telah mampu mencapai standar mutu yang yang bersifat nasional, diharapkan sekolah/madrasah tersebut secara bertahap mampu mencapai mutu yang kompetitif secara internasional. Jadi, pada dasarnya pagu mutu pendidikan nasional merupakan acuan minimal yang harus dicapai oleh setiap satuan dan atau program pendidikan.

Sebagaimana diketahui, upaya peningkatan mutu pendidikan secara nasional merupakan salah satu program yang sedang dilaksanakan oleh pemerintah. Upaya ini diarahkan agar setiap lembaga pendidikan selalu berupaya untuk memberikan jaminan mutu layanannya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Yang dimaksud dengan mutu layanan adalah jaminan bahwa proses penyelenggaraan pendidikan disekolah sesuai dengan yang seharusnya terjadi dan sesuai pula dengan yang diharapkan. Apabila setiap satuan pendidikan selalu berupaya untuk memberi jaminan mutu dan upaya ini secara nasional akan terus meningkat. Peningkatan mutu pendidikan ini akan berdampak pada peningkatan mutu sumber daya manusia secara nasional. Hal ini sangat penting mengingat dewasa ini kita dihadapkan pada berbagai kesempatan dan tantangan, baik yang bersifat nasional maupun global, sedangkan berbagai kesempatan dan tantangan itu hanya dapat diraih dan dijawab apabila sumber daya manusia yang dimiliki bermutu tinggi.

Berangkat dari pemikiran tersebut dan untuk dapat membandingkan serta memetakan mutu dari setiap satuan pendidikan, perlu dilakukan akreditasi bagi setiap lembaga dan program pendidikan. Proses akreditasi ini dilakukan secara berkala dan terbuka dengan tujuan membantu dan memberdayakan satuan pendidikan agar mampu mengembangkan sumber dayanya dalam mencapai tujuan pendidikan nasional. Dalam menggunakan instrumen akreditasi yang komprehensif dan dikembangkan berdasarkan standar mutu yang ditetapkan, diharapkan profil mutu sekolah/madrasah dapat dipetakan untuk kepentingan peningkatan mutu sekolah/madrasah oleh berbagai pihak yang berkepentingan.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Akreditasi adalah serangkaian kegiatan penjaminan mutu dalam rangka menentukan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non-formal . Pengertian ini digariskan Undang-undang sistem pendidikan pada pasal 60 ayat (1). Kewenangan pelaksanaan akreditasi dilakukan oleh pemerintah dan-atau lembaga mandiri yang berwengan sebagai akuntabilitas publik (Pasal 60 ayat (2).

Menurut PP 19 tahun 2005 menyatakan bahwa akreditasi merupakan serangkaian kegiatan penilaian kelayakan program dan/atau satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan [Pasal 1 ayat 21]. Penilaian akuntabilitas publik dilakukan secara obyektif, adil, transparan, dan komprehensif dengan menggunakan instrumen dan kriteria yang mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan [Pasal 86 ayat 3].

B. Alasan Kebijakan
Alasan dilakukannya kebijakan akreditasi sekolah/madrasah adalah bahwa setiap warga negara Indonesia berhak mendapat pendidikan yang layak dan bermutu. Untuk memenuhi pendidikan yang layak dan bermutu maka tiap sekolah/madrasah harus diakreditasi untuk memenuhi standar kelayakan.

C. Ruang Lingkup
Yang termasuk ke dalam ruang lingkup akreditasi sekolah/madrasah di antaranya:
1. Taman Kanak-kanak (TK)/Raudhatul Atfal (RA)
2. Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)
3. Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)
4. Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA)
5. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)/Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK)
6. Sekolah Luar Biasa (SLB) yang terdiri dari Taman Kanak-kanak Luar Biasa (TKLB)
7. Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Luar Biasa (SLTPLB), dan Sekolah Menengah Luar Biasa (SMLB)

BAB III
TUJUAN, MANFAAT DAN FUNGSI

A. Tujuan Akreditasi Sekolah/madrasah
Akreditasi sekolah/madrasah memiliki tujuan yaitu:
1. Memberikan informasi kelayakan Sekolah / Madrasah yang dilaksanakan berdasarkan Standar Nasional Pendidikan
2. Memberikan pengakuan peringkat kelayakan
3. Memberikan rekomendasi tentang penjaminan mutu pendidikan kepada program satuan pendidikan yang diakreditasi dengan pihak terkait.

B. Fungsi Akreditasi Sekolah/Madrasah
Dengan menggunakan instrumen akreditasi yang komprehensif, hasil akreditasi diharapkan dapat memetakan secara utuh profil sekolah/madrasah. Proses akreditasi sekolah/madrasah berfungsi untuk :
1. Pengetahuan, yaitu sebagai informasi bagi semua pihak tentang kelayakan sekolah/madrasah dilihat dari berbagai unsur terkait yang mengacu pada standar minimal beserta indikator-indikator.
2. Akuntabilitas, yaitu sebagai bentuk pertanggung jawaban sekolah/madrasah kepada publik, apakah layanan yang dilakukan dan diberikan oleh sekolah/madrasah telah memenuhi harapan atau keinginan masyarakat.
3. Pembinaan dan pengembangan, yaitu sebagai dasar bagi sekolah/madrasah, pemerintah, dan masyarakat dalam upaya peningkatan atau pengembangan mutu sekolah/madrasah.

C. Manfaat Akreditasi Sekolah/madrasah
Akreditasi sekolah/madrasah memiliki manfaat di antaranya:
1. Sebagai acuan dalam upaya peningkatan mutu Sekolah / Madrasah dan rencana pengembangan Sekolah / Madrasah
2. Sebagai motivator agar Sekolah / Madrasah terus meningkatkan mutu pendidikan secara bertahap, terencana, dan kompetitif baik di tingkat kabupaten , provinsi, nasional dan internasional
3. Sebagai umpan balik dalam usaha pemberdayaan dan pengembangan kinerja Sekolah/Madrasah dalam rangka menerapkan visi, misi, tujuan, sasaran, strategi, dan program Sekolah/Madrasah
4. Membantu program Sekolah/Madrasah dalam rangka pemberian bantuan pemerintah, investasi, donatur atau bentuk bantuan lainnya
5. Sebagai informasi bagi Sekolah/Madrasah kepada masyarakat untuk meningkatkan dukungan belajar dalam hal profesionalisme
6. Membantu Sekolah/Madrasah dalam menentukan dan mempermudah kepindahan peserta didik dari satu sekolah ke sekolah lain, pertukaran guru, dan kerjasama yang saling menguntungkan.

Untuk kepala sekolah/madrasah, hasil akreditasi diharapkan dapat menjadi bahan informasi untuk pemetaan indikator kelayakan sekolah/madrasah, kinerja warga sekolah/madrasah, termasuk kinerja kepala sekolah/madrasah selama periode kepemimpinannya. Disamping itu, hasil akreditasi juga diperlukan kepala sekolah/madrasah sebagai bahan masukan untuk penyusunan program serta anggaran pendapatan dan belanja sekolah/madrasah.

Untuk guru, hasil akreditasi sekolah/madrasah merupakan dorongan bagi guru untuk selalu meningkatkan diri dan bekerja keras untuk memberikan layanan yang terbaik bagi peserta didiknya. Secara moral, guru senang bekerja di sekolah/madrasah baik yang di akui sebagai sekolah/madrasah baik, oleh karena itu, guru selalu beruasaha untuk meningkatkan diri dan bekerja keras untuk mempertahankan dan meningkatkan mutu sekolah/madrasah.

Untuk masyarakat dan khususnya orang tua peserta didik, hasil akreditasi diharapkan menjadi informasi yang akurat tentang layanan pendidikan yang ditawarkan oleh setiap sekolah/madrasah, sehingga secara sadar dan bertanggung jawab masyarakat dan khususnya orang tua dapat membuat keputusan dan pilihan yang tepat dalam kaitannya dengan pendidikan bagi anaknya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.Untuk peserta didik, hasil akreditasi juga menumbuhkan rasa percaya diri bahwa mereka memperoleh pendidikan yang baik, dan harapannya, sertifikat dari sekolah/madrasah yang terakreditasi merupakan bukti bahwa mereka menerima pendidikan yang bermutu.

BAB IV
KAJIAN TEORI

A. Komponen Akreditasi Sekolah/Madrasah
Sesuai dengan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 087/U/2002 tanggal 14 Juni 2002 tentang Akreditasi Sekolah/Madrasah, komponen-komponen sekolah yang menjadi bahan penilaian adalah:
1. Kurikulum dan Proses Pembelajaran
2. Administrasi dan Manajemen Sekolah/Madrasah
3. Oraganisasi dan Kelembagaan Sekolah/Madrasah
4. Sarana dan Prasarana
5. Ketenagaan
6. Pembiayaan
7. Peserta didik
8. Peran serta masyarakat
9. Lingkungan dan Budaya Sekolah/Madrasah
Setiap komponen dijabarkan kedalam berbagai aspek dan indikator. Selanjutnya
indikator-indikator yang dikembangkan tersebut dijadikan acuan dalam
pengembangan instrumen akreditasi dan penilaian yang digunakan dalam proses
akreditasi sekolah/madrasah.

B. Prinsip-prinsip Kegiatan Akreditasi Sekolah/madrasah
Akreditasi Sekolah dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip sebagia berikut:
1. Objektif;
akreditasi Sekolah/Madrasah pada hakikatnya merupakan kegiatan penilaian tentang kelayakan penyelenggaraan pendidikan yang ditunjukkan oleh suatu Sekolah/Madrasah. Dalam pelaksanaan penilaian ini berbagai aspek yang terkait dengan kelayakan tersebut diperiksa dengan jelas dan benar untuk diperoleh informasi tentang kebera-daannya. Agar hasil penilaian itu dapat menggambarkan kondisi yang sebenarnya untuk dibandingkan dengan kondisi yang diharapkan maka dalam prosesnya digunakan indikator-indikator terkait dengan kriteria-kriteria yang ditetapkan.
2. Komprehensif
Dalam pelaksanaan akreditasi Sekolah/Madrasah, fokus penilaian tidak hanya terbatas pada aspek-aspek tertentu saja tetapi juga meliputi berbagai komponen pendidikan yang bersifat menyeluruh. Dengan demikian hasil yang diperoleh dapat menggambarkan secara utuh kondisi kelayakan Sekolah/Madrasah tersebut.
3. Adil
Dalam pelaksanakan akreditasi, Sekolah / Madrasah semua diperlakukan sama,
artinya tidak membedakan Sekolah / Madrasah atas dasar kultur,keyakinan, sosial budaya, dan juga tidak memandang status Sekolah/Madrasah baik negeri/ swasta
4. Transparan
Data dan informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan akreditasi Sekolah / Madrasah , msalnya kriteria, mekanisme kerja, maupun jadwal disampaikan secara terbuka.
5. Akuntabel
Pelaksanaan akreditasi Sekolah /Madrasah dapat dipertanggungjawabkan baik dari sisi penilaian maupun keputusannya adalah sesuai aturan dan prosedur yang telah ditetapkan

C. Persyaratan Mengikuti Akreditasi Sekolah/madrasah
Sekolah/Madrasah dapat mengikuti kegiatan akreditasi, apabila memenuhi persyaratan berikut:
1. Memiliki Surat Keputusan Pendirian/ Operasional Sekolah/Madrasah.
2. Memiliki peserta didik pada semua tingkatan kelas.
3. Memiliki sarana dan prasarana pendidikan.
4. Memiliki pendidik dan tenaga kependidikan.
5. Melaksanakan kurikulum yang berlaku,
6. Telah menamatkan peserta didik.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Akreditasi Sekolah atau penilaian sekolah secara menyeluruh dapat dilihat pada website Badan Akreditasi Nasional Sekolah dan Madrasah (BAN-SM). Data nilai Akreditasi Sekolahyang dapat dilihat meliputi 8 komponen Akreditasi beserta nilai setiap komponen, nilai Akreditasi, peringkat Akreditasi, tanggal penetapan.

Berdasarkan uraian dalam makalah ini dapat disimpulkan bahwa :
1. Untuk mewujudkan cita-cita pemerintah indonesia sebagaimana yang diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dalam hal mencerdaskan kehidupan bangsa perlu diusahakan terselenggaranya satu sistem pendidikan yang bermutu;
2. Agar mutu pendidikan itu sesuai yang diharapkan oleh masyarakat perlu dilaksanakan suatu standar pagu mutu pendidikan, dalam hal ini pemerintah sudah melaksanakan Akreditasi Sekolah/Madrasah bagi lembaga maupun program satuan;
3. Akreditasi Sekolah/Madrasah adalah proses penilaian secara komprehensif terhadap kelayakan dan kinerja satuan dan/atau program pendidikan, yang dilakukan sebagai akuntabilitas publik;
4. Akreditasi Sekolah/Madrasah bertujuan untuk memberikan informasi tentang kelayakan sekolah/madrasah atau program yang dilaksanakannya berdasarkan Standar Nasional Pendidikan, memberikan rekomendasi tentang penjaminan mutu pendidikan kepada program dan atau satuan pendidikan yang diakreditasi;
5. Fungsi Akreditasi/Sekolah adalah:
1. Pengetahuan, yaitu sebagai informasi bagi semua pihak tentang kelayakan sekolah/madrasah dilihat dari berbagai unsur terkait yang mengacu pada standar minimal beserta indikator-indikator
2. Akuntabilitas, yaitu sebagai bentuk pertanggung jawaban sekolah/madrasah kepada publik, apakah layanan yang dilakukan dan diberikan oleh sekolah/madrasah telah memenuhi harapan atau keinginan masyarakat.
3. Pembinaan dan pengembangan, yaitu sebagai dasar bagi sekolah/madrasah, pemerintah, dan masyarakat dalam upaya peningkatan atau pengembangan mutu sekolah/madrasah.


Dari Ninuk Dwi Wuriyani 5525089386 Alih Program Busana 2008

STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN

STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN

BAB I
PENDAHULUAN

A. Landasan Hukum
Bahwa dalam rangka mengendalikan mutu hasil pendidikan sesuai standar nasional pendidikan yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan, perlu menetapkan Standar Penilaian Pendidikan dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional.
1. Peraturan pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496 )
2. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara RI sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden RI Nomor 94 Tahun 2006
3. Keputusan Presiden RI Nomor 187/M Tahun 2004 mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden RI Nomor 31/P Tahun 2007.
Penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dilaksakan berdasarkan standar penilaian pendidikan yang berlaku secara nasional. Standar penilaian pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam lampiran Peraturan Menteri ini.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Standar Penilaian
1. Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekaniseme prosedur dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik.
2. Penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik.

B. Macam-macam Ujian / Ulangan
Ulangan atau ujian adalah proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompentisi peserta didik secara berkelanjutan dalam proses pembelajaran, untuk memantau kemajuan, melakukan perbaikan pembajaran, dan menentukan keberhasilan belajar peserta didik yaitu :

1. Ulangan harian
Kegiatan yang dilakukan secara periodik untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik setelah menyelesaikan satu Kompetensi Dasar (KD) atau lebih.
2. Ulangan tengah semester
Kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik setelah melaksanakan 8 – 9 minggu kegiatan pembelajaran. Cakupan ulangan meliputi seluruh indikator yang merepresentasikan seluruh KD pada periode tersebut.
3. Ulangan akhir semester
Kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik di akhir semester tersebut.
4. Ulangan kenaikan kelas
Kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik di akhir semester genap pada satuan pendidikan yang menggunakan sistem paket. Cakupan ulangan meliputi seluruh indikator yang merepresentasikan KD pada semester tersebut.
5. Ujian sekolah/madrasah
Kegiatan pengukuran pencapaian kompetensi peserta didik yang dilakukan oleh satuan pendidikan untuk memperoleh pengakuan atas prestasi belajar dan merupakan salah satu persyaratan kelulusan dari satuan pendidikan. Mata pelajaran yang di ujikan adalah mata pelajaran kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan tehnologi yang tidak diujikan dalam ujian nasional dan aspek kognitif dan atau psikomotorik kelompok mata pelajaran agama dan ahklak mulia serta kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian yang di atur dalam POS Ujian Sekolah/Madrasah.
6. Ujian Nasional
Kegiatan pengukuran pencapaian kompetensi peserta didik pada beberapa mata pelajaran tertentu dalam kelompok pada beberapa mata pelajaran ilmu pengetahuan dan tehnologi dalam rangka menilai pencapaian standar Nasional Pendidikan.
7. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
Kriteria Ketuntasan Belajar (KKB) yang ditentukan oleh satuan pendidikan. KKM pada akhir jenjang satuan pendidikan untuk kelompok mata pelajaran selain ilmu pengetahuan dan tehnologi merupakan nilai batas ambang kompetensi .

C. Prinsip Penilaian
Penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidkan dasar dan menengah didasarkan pada prinsip prinsip sebagai berikut :
1. Sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yaqng diukur.
2. Objektif berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas,tidak dipengaruhi subjektivitas penilai.
3. Adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena kebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi dan gender.
4. Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik merupakan salah satu komponen yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.
5. Terbuka, berarti prosedur penilaian,criteria penilaian.
6. Menyeluruh dan berkesinambungan, berartipenilaian oleh pendidik mencakupsemua aspek kompetesi dengan menggunakan berbagai tehnik penilaian yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik.
7. Sistimatis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah langkah baku.
8. Beracuan criteria berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan.
9. Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggung jawabkan, baik dari segi tehnik, prosedur, maupun hasilnya.

D. Tehnik dan instrumen penilaian.
Penilaian hasil belajar oleh pendidik menggunakan berbagai tehnik penilaian berupa tes, observasi, penugasan perseorangan atau kelompok, dan bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik kompetensi dan tingkat perkembangan peserta didik.
1. Tehnik tes berupa tes tertulis, tes lisan, dan tes praktik atau tes kinerja.
2. Tehnik observasi atau pengamatan dilakukan selama pembelajaran berlangsung dan atau di luar kegiatan pembelajaran.
3. Tehnik penugasan baik perseorangan maupun kelompok dapat berbentuk tugas rumah atau proyek.

Instrumen penilaian hasil belajar yang digunakan pendidik memnuhi persyaratan:
a. Substansi adalah merepresentasikan kompetensi yang dinilai
b. Konstruksi adalah memuhi persyaratan teknis sesuai dengan bentuk instrument yang digunakan dan
c. Bahasa adalah menggunakan bahasa yang baik dan benar serta komunikatif sesuai tariff perkembangan peserta didik.
i. Instrumen penilaian yang digunakan oleh satuan pendidikan dalam bentuk ujian sekolah/madrasah memenuhi persyaratan substansi, kontruksi, dan bahasa,serta memiliki bukti validitas empirik .
ii. Instrumen penilaian yang digunakan oleh pemerintah dalam bentuk UN memenuhi persyaratan substansi, konstruksi bahasa, dan memiliki bukti validitas empiric serta menghasilkan skor yang dapat diperbandingkan antarsekolah, antardaerah, dan antar tahun

E. Mekanisme dan prosedur penilaian
Penilaian hasil belajar pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan oleh pendidik,satuan pendidikan dan pemerintah. Perancangan strategi penilaian oleh pendidik dilakukan pada saat penyusunan silabus yang penjabaranya merupakan bagian dari rencana pelaksanaan pembelanjaran (RPP).Ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas dilakukan oleh pendidik dibawah koordinasi satuan pendidikan.

Penilaian hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan tehnologi yang tidak diujikan pada UN dan aspek kognitif dan atau aspek psikomotorik untuk kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dan kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadiaqn dilakukan oleh satuan pendidikan melalui ujian sekolah/madrasah untuk memperoleh pengakuan atas prestasi belajar dan merupakan salah satu persyaratan kelulusan dari satuan pendidikan.

Penilaian akhir hasil belajar oleh Satuan pendidikan untuk mata pelajaran kelompok mata pelajaran pendidikan jasmani, olah raga dan kesehatan ditentukan melalhui rapat dewan pendidik berdasarkan penilaian oleh pendidik.Penilaian akhir hasil belajar peserta didik kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dilakukan oleh satuan pendidikan melalui rapat dewan pendidik berdasarkan hasil penilaian oleh pendidik dengan mempertimbangkan hasil ujian sekolah/madrasah.

Kegiatan ujian sekolah /madrasah dilakukan dengan langkah-langkah :
a. Menyusun kisi-kisi ujian
b. Mengembangkan instrument
c. Melaksanakan ujian
d. Mengolah dan menentukan kelulusan peserta didik dari ujian sekolah/madrasah
e. Melaporkan dn memanfaatkan hasil penilaian.

Penilaian akhlak mulia yang merupakan aspek afektif dari kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, sebagai perwujudkan sikap dan perilaku beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang maha esa, dilakukan oleh guru agama dengan memanfaatkan informasi dari pendidik mata pelajaran lain dan sumber lain yang relevan.

Penilaian kepribadian yang merupakan perwujudan kesadaran dn tanggungjawab sebagai warga masyarakat dan berbangsa, adalah bagian dari penilaian kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian oleh guru pendidikan kewarganegaraan dengan memanfaatkan informasia dari pendidik mata pelajaran lain dan sumber lain yang relevan.Penilaian mata pelajaran muatan local mengikuti penilaian kelompok mata pelajaran yang relevan.

Keikutsertaan dalam kegiatan pengembangan diri dibuktikan dengan surat keterangan yang ditanda tangani oleh Pembina kegiatan dan kepala sekolah/madrasah. Hasil ulangan harian diinformasikan kepada peserta didik sebelum diadakan ulangn harian berikutnya. Peserta didik yang belum mencapai KKM harus mengikuti pembelajaran remedi.Hasil penilaian oleh pendidik dan satuan pendidikan disampaikan dalam bentuk satu nilai pencapaian kompetensi mata pelajaran, disertai dengan deskripsi kemajuan belajar

Kegiatan penilaian oleh pemerintah dilakukan melalui UN dengan langkah-langkah yang diatur dalam Prosedur Operasi Standar (POS) UN. UN diselenggarakan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) bekerjasama dengan instansi terkait.Hasil UN disampaikan kepada satuan pendidikan untuk dijadikan salah satu syarat kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan dan salah satu pertimbangan dalam seleksi masuk ke jenjang pendidikan berikutnya.Hasil analisis data UN disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan untuk pemetaan mutu program dan atau satuan pendidikan serta pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan.

Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas : penilaian hasil belajar oleh pendidik; penilaian hasil belajar oleh satuan pendidik; dan penilaian hasil belajar oleh Pemerintah.

a. Penilaian oleh Pendidik
Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara bersinambungan, bertujuan untuk memantau proses dan kemajuan belajar peserta didik serta untuk meningkatkan efektivitas kegiatan pembelajaran. Penilaian tersebut meliputi kegiatan sebagai berikut :
1. Menginformasikan silabus mata pelajaran yang di dalamnya memuat rancangan dan criteria penilaian pada awal semester.
2. Mengembangkan indicator pencapaian KD dan memilih teknik penilaian yang sesuai pada saat menyusun silabus mata pelajaran.
3. Mengembangkan instrument dan pedoman penilaian sesuai dengan bentuk dan teknik penilaian yang dipilih.
4. Melaksanakan tes., pengamatan, penugasan, dan atau bentuk lain yang diperlukan
5. Mengolah hasil penilaian untuk mengetahui kemajuan hasil belajar dan kesulitan belajar peserta didik
6. Mengembalikan hasil pemeriskaan pekerjaan peserta didik disertai balikan /komentar yang mendidik.
7. Memanfaatkan hasil penilaian untuk perbaikan pembelajaran
8. Melaporkan hasil penilaian mata pelajaran pada setiap akhir semester kepada pimpinan satuan pendidikan dalam bentuk satu nilai prestasi belajar peserta didik sisertai deskripsi singkat sebagai cerminan kompetensi utuh.
9. Melaporkan hasil penilaian akhlak kepada guru Pendidikan Agama dan hasil penilaian kepribadian kepada guru Pendidikan Kewarganegaraan sebagai informasi untuk menentukan nilai akhir semester ahklak dan kepribadian peserta didik dengan kategori sangat baik, baik atau kurang baik.

b. Penilaian oleh Satuan Pendidikan
Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan dilakukan untuk menilai pencapaian kompetensi peserta didik pada semua mata pelajaran. Penilaian tersebut meliputi kegiatan sebagai berikut :
1. menentukan KKM setiap mata pelajaran dengan memperhatikan karakteristik peserta didik, karakteristik mata pelajaran dan kondisi satuan pendidikan melalui rapat dewan pendidik.
2. Mengkoordinasikan ulangan tengah semester, ulangan akhir semester dan ulangan kenaikan kelas
3. Menentukan criteria kenaikan kelas bagi satuan pendidikan yang menggunakan system paket melalui rapat dewan pendidik.
4. Menentukan kreteria program pembelajaran bagi satuan pendidikan yang menggunakan system kredit semester melalui rapat dewan pendidik.
5. Menentukan nilai akhir kelompok mata pelajaran estetika dan kelompok mata pelajaran pendidikan jasmani, olah raga dan kesehatan melalui rapat dewan pendidik dengan mempertimbangkan hasil penilaian oleh pendidik.
6. Menentukan nilai akhir kelompok mata pelajaraan agama dan akhlak mulia dan kelompok mata pelajaran kewargnegaraan dan kepribadian dilakukan melalui rapat dewan pendidik dengan mempertimbangkan hasil penilaian oleh pendidik dan nilai hasil ujian sekolah /madrasah.
7. Menyelenggarakan ujian sekolah /madrasah dan menentukan kelulusan peserta didik dari ujian sekolaj/madrasah sesuai dengan POS ujian sekolaj/madrsasah bagi satuan pendidikan penyelenggaraan UN.
8. Melaporkan hasil penilaian mata pelajaran untuk semua kelompok mata pelajaran pada setiap akhir semester kepada orangtua /wali peserta didik dalam bantuk buku laporan pendidikan.
9. Melaporkan pencapaian hasil belajar tingkat satuan pendidikan kepada dinas pendidikan kabupaten/kota
10. Menentukan kelulusn peserta didik dari satuan pendidikan melalui rapat dewan pendidik sesuai dengan criteria :
a. Menyelesaikan seluruh program pembelajaran
b. Memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran yaitu : kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika dan kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan
c. Lulus ujian sekolah/madrasah
d. Lulus UN
11. Menerbitkan Surat Keterangan Hasil Ujian Nasional (SKHUN) setiap peserta didik yang mengikuti UN bagi satuan pendidikan penyelenggara UN.
12. Menerbitkan ijazah setiap peserta didik yang lulus dari satuan pendidikan bagi satuan pendidikan penyelenggara UN.

c. Penilaian oleh Pemerintah
1. Penilaian hasil belajar oleh pemerintah dilakukan dalam bentuk UN yang bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaram ilmu pengetahuan dan teknologi.
2. UN didukung oleh suatu system yang menjamin mutu dan kerahasiaan soal serta pelaksanaan yang aman, jujur dan adil.
3. Dalam rangka penggunaan hasil UN untuk pemetaan mutu program dan atau satuan pendidikan, Pemerintah menganalisis dan membuat peta daya serap berdasarkan hasil UN dan menyampaikan ke pihak yang berpentingan
4. Hasil UN menjadi salah satu pertimbangan dalam pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan.
5. Hasil UN digunaan sebagai salah satu pertimbangan dalam menentukan kelulusan peserta didik pada seleksi masuk jenjang pendidikan berikutinya.
6. Hasil UN digunakan sebagai salah satu penentu kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan yang criteria kelulusannya ditetapkan setiap tahun oleh Menteri berdasarkan rekomendasi BSNP.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Standar penilaian pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam lampiran Peraturan Menteri ini, bahwa dalam rangka mengendalikan mutu hasil pendidikan sesuai standar nasional pendidikan yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan, perlu menetapkan Standar Penilaian Pendidikan dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional.

Penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidkan dasar dan menengah didasarkan pada prinsip prinsip. Penilaian hasil belajar oleh pendidik menggunakan berbagai tehnik penilaian berupa tes, observasi, penugasan perseorangan atau kelompok, dan bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik kompetensi dan tingkat perkembangan peserta didik

Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas : penilaian hasil belajar oleh pendidik; penilaian hasil belajar oleh satuan pendidik; dan penilaian hasil belajar oleh Pemerintah.

Penilaian hasil belajar pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan oleh pendidik,satuan pendidikan dan pemerintah. Perancangan strategi penilaian oleh pendidik dilakukan pada saat penyusunan silabus yang penjabaranya merupakan bagian dari rencana pelaksanaan pembelanjaran (RPP).Ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas dilakukan oleh pendidik dibawah koordinasi satuan pendidikan.

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Buku Peraturan Menteri Pendidik Nasional RI Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan


Dari Ninuk Dwi Wuriyani 5525089386 Alih Program Busana 2008

STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN

STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN


BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sebagaimana juga telah ditetapkan dalam UUSPN Nomor 20 Tahun 2003 dan PP Nomor 19 Tahun 2005, dan lebih dijabarkan dalam Permendiknas Nomor 19 Tahun 2007 bahwa “setiap satuan pendidikan wajib memenuhi standar pengelolaan pendidikan yang berlaku secara nasional”,

Standar perencanaan program sekolah meliputi: rumusan visi sekolah, misi sekolah, tujuan sekolah, rencana kerja sekolah.

Standar pelaksanaan rencana kerja sekolah, maka harus terpenuhi dan terealisasi beberapa aspek dalam penyelenggaraan pendidikan yaitu: kepemilikan pedoman-pedoman sekolah yang mengatur berbagai aspek pengelolaan secara tertulis, struktur organisaisi sekolah, pelaksanaan kegiatan, bidang kesiswaan, bidang kurikulum dan kegiatan pembelajaran, bidang pendidik dan tenaga kependidikan, bidang sarana dan prasarana, bidang keuangan dan pembiayaan, budaya danyang berlaku secara nasional lingkungan sekolah, dan peran serta masyarakat dan kemitraan.

Standar pengawasan dan evaluasi yang harus juga dipenuhi dan dilaksanakan sekolah adalah: aspek-aspek program pengawasan, evaluasi diri, evaluasi dan pengembangan, evaluasi pendayagunaan pendidik dan tenaga kependidikan, dan akreditasi sekolah.

Kepemimpinan sekolah yang diharapkan dapat dipenuhi oleh sekolah antara lain: adanya kepala sekolah yang memenuhi persyaratan, minimal satu wakil kepala sekolah yang dipilih secara demokratis, kepala sekolah memiliki kemampuan memimpin (pengetahuan, keterampilan, dan perilaku) sekolah, dan terdapat pendelegasian sebagian tugas dan kewenangan kepada wakilnya.

Sedangkan sistem informasi manajemen (SIM) merupakan suaru sistem yang mengaplikasikan berbagai bidang pendidikan berbasiskan komputer/internet. Hal ini diharapkan dapat dipenuhi oleh sekolah untuk mengelola dan hiendukung berbagai administrasi sekolah, memberikan fasilitas yang efisien, dan sebagai bentuk layanan informasi dan komunikasi kepada para pemangku kepentingan.

BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Standar Pengelolaan Pendidikan
Standar Pengelolaan adalah Standar nasional pendidikan yang berkaitan dngan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, propinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pendidikan

Standar Pengelolaan Pendidikan disajikan pada Diklat Peingkatan Profesi Pengawas TK/SD dan Kepala Sekolah Dasar Kab. Wonosobo Tahun 2007 Berdasarkan Peraturan Mendiknas Nomor 19 Tanggal 23 Mei Tahun 2007

Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas

Pengelolaan sekolah didasarkan pada perencanaan program, pelaksanaan rencana kerja, pengawasan dan evaluasi, kepemimpinan sekolah, dan sistem informasi manajemen. Sekolah mengembangkan perencanaan program mulai dari penetapan visi, misi, tujuan, dan rencana kerja.

Pelaksanaan rencana kerja sekolah didasarkan pada struktur organisasi dan pedoman pengelolaan secara tertulis dibidang kesiswaan, kurikulum dan kegiatan pembelajaran, pendidikan dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, keuangan dan pembiayaan Disamping itu pelaksanaannya juga mempertimbangkan budaya dan lingkungan sekolah, serta melibatkan peran serta masyarakat.

2. Konsep Standar Pengelolaan Pendidikan
Standar Pengelolaan terdiri dari 3 (tiga) bagian, yakni Standar Pengelolaan oleh satuan pendidikan, Standar Pengelolaan oleh Pemerintah Daerah dan Standar Pengelolaan oleh Pemerintah.

Berikut ini, Peraturan Menteri pendidikan Nasional Republik Indonesia yang berkaitan dengan Standar Pengelolaan. Peraturan Menteri pendidikan Nasional Republik Indonesia No 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan pendidikan oleh Satuan pendidikan Dasar dan Menengah.

a. Standar Pengelolaan Oleh Satuan pendidikan, menurut Pasal 49
­ Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasisi sekolah ynag ditunjkan dengan kemandirian,kemitraan,partisipasi,keterbukaan,dan akuntabilitas
­ Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi menerapkan otonomi perguruan tinggi

b. Standar Pengelolaan Oleh Pemerintah
Menurut Pasal 60-Pemerintah menyusun rencana kerja tahunan bidang pendidikan dengan memprioritaskan program:
­ wajib belajar;
­ peningkatan angka partisipasi pendidikan untuk jenjang pendidikan menengah dan tinggi;
­ penuntasan pemberantasan buta aksara;
­ penjaminan mutu pada satuan pendidikan,baik ysng diselengarakan oleh pemerintah
­ maupun masyarakat;
­ peningkatan status guru sebagai profesi;
­ peningkatan mutu dosen;
­ standarisasi pendidikan;
­ akreditasi pendidikan;
­ peningkatan relevansi pendidikan terhadap kebutuhan lokal,nasional,dan global;
­ pemenuhan Standar Pelayanan Minimal(SPM)bidang pendidikan; dan Penjaminan mutu pendidikan nasional.

c. Standar Pengelolaan Oleh Pemerintah Daerah
Pasal 59-(1)Pemerintah daerah menyusun rencana kerja tahunan bidang pendidikan dengan memprioritaskan program:
­ wajib belajar;
­ peningkatan angka partisipasi pendidikan untuk jenjang pendidikan menengah;
­ penuntasan pemberantasan buta aksara;
­ penjaminan mutu pada satuan pendidikan,baik yang diselengarakan oleh Pemerintah
­ Daerah maupun masyarakat;
­ peningkatan status guru sebagai profesi;
­ akreditasi pendidika;
­ peningkatan relevansi pendidikan terhadap kebutuhan masyarakat;dan
­ pemenuhan Standar pelayanan minimal(SPM)bidang pendidikan

d. Beberapa aspek standar pengelolaan sekolah yang harus dipenuhi adalah meliputi:
­ perencanaan program
­ pelaksanaan rencana kerja
­ pengawasan dan evaluasi
­ kepemimpinan sekolah/madrasah
­ sistem informasi manajemen.

3. Pedoman Pengelolaan Sekolah / Madrasah Meliputi :
­ Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan
­ Kalender pendidikan /akademik
­ Struktur organisasi sekolah/madrasah
­ Pembagian tugas di antara pendidik
­ Pembagian tugas di antara tenaga kependidikan
­ Peraturan akademik
­ Tata tertib sekolah/madrasah
­ Kode etik sekolah/madrasah
­ Biaya operasional sekolah/madrasah

4. Penyusun Pedoman
­ Pedoman sekolah/madrasah berfungsi sebagai petunjuk pelaksanaan operasional
­ Pedoman Pengelolaan KTSP, kaldik dan pembagian tugas pendidik dan tenaga kependidikan harus dievaluasi dalam skala tahunan
­ Pedoman Pengelolaan lainnya dievaluasi sesuai kebutuhan

5. Pelaksanaan Kegiatan Pendidikan Membuat laporan pertanggungjawaban
­ Pelaksanaan Pengelolaan bidang akademik pada rapat Dewan Pendidik
­ Pelaksanaan Pengelolaan bidang non- akademik pada rapat Komite Sekolah/ Madrasah
­ Menyampaikan laporan tersebut pada akhir tahun sebelum penyusunan RK S/M tahunan berikutnya

6. Fungasi Rencana Kerja Tahunan Sebagai dasar Pengelolaan sekolah/ madrasah yang ditunjukkan dengan :
- kemandirian
- kemitraan
- partisipasi
- keterbukaan, dan
- akuntabilitas

BAB III
KESIMPULAN

1. Sekolah/Madrasah tidak lagi menjalankan kebijakan yang bersifat sentralistik dan pengambilan keputusan terpusat , tetapi bergeser ke arah desentralistik dan manajemen partisipatif berdasarkan pola manajemen berbasis sekolah (MBS/M)
2. Standar Pengelolaan Sekolah/Madrasah berdasarkan Permendiknas Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan pendidikan
3. Akreditasi sekolah/madrasah merupakan pelaksanaan supervisi dan evaluasi Standar Pengelolaan pendidikan

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional pendidikan, Fokus Media, Bandung, 2006. Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional, Fokus Media, Bandung, 2006. Murip Yahya, Pengantar pendidikan, Prospect, Bandung, 2009. Departemen pendidikan Nasional, Data Balitbang Depdiknas tahun 2003. Surat Kabar, Kompas. Jakarta. Surat Kabar, Sriwijaya Post. Jakarta. Buletin, BSNP. Jakarta: Departemen pendidikan Nasional.

Dari Ninuk Dwi Wuriyani 5525089386 Alih Program Busana 2008

STANDAR PEMBIAYAAN PENDIDIKAN

STANDAR PEMBIAYAAN PENDIDIKAN

BAB I
PENDAHULUAN

1. Landasan Hukum
Pembiayaan pendidikan telah diatur dalam UUD Negara Republik Indonesia 1945 (Amandemen IV) yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan; setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang; negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional; pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia

UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional lebih lanjut telah mengatur beberapa pasal yang menjelaskan pendanaan pendidikan yaitu pada Pasal 11 Ayat 2 Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai lima belas tahun. Lebih lanjut pada Pasal 12, Ayat (1) disebutkan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi yang orangtuanya tidak mampu membiayai pendidikannya dan mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orangtuanya tidak mampu membiayai pendidikannya. Di samping itu disebutkan pula bahwa setiap peserta didik berkewajiban ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pada Bab VIII Wajib Belajar Pasal 34 menyatakan bahwa setiap warga negara yang berusia 6 (enam) tahun dapat mengikuti program wajib belajar; Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat. Ketentuan mengenai wajib belajar sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1), Ayat (2) dan Ayat (3) diatur lebih lanjut dengan PP. Pendanaan Pendidikan menjadi tanggungjawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat. Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan, dan keberlanjutan. Pengelolaan dana pendidikan dilakukan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik.

Secara khusus disebutkan bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari APBN pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari APBD. Gaji guru dan dosen yang diangkat oleh Pemerintah dialokasikan dalam APBN dan APBD.

Partisipasi masyarakat dalam pendidikan berbasis masyarakat adalah dengan berperan serta dalam pengembangan, pelaksanaan kurikulum, dan evaluasi pendidikan, serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standar nasional pendidikan. Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara, masyarakat, Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dan merata dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.

UU No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 13 menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menyediakan anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi guru dalam jabatan yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Ketentuan lebih lanjut mengenai anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik diatur dengan PP

Pada Peraturan Pemerintah No.19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan terdapat kerancuan antara Bab I Pasal 1 Ayat (10) dan Bab IX Pasal 62 Ayat (1) s/d (5) tentang ruang lingkup standar pembiayaan. Ketentuan Umum tentang Standar Pembiayaan pada Pasal 1 tampak lebih sempit dari Pasal 62 yaitu standar pembiayaan pada Pasal 1 adalah mencakup standar yang mengatur komponen dan besarnya “biaya operasi” satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun. Pada Pasal 62 mencakup “biaya investasi, biaya operasi dan biaya personal”. Pada Bab IX: Standar Pembiayaan, Pasal 62 disebutkan bahwa:
(1) Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal.
(2) Biaya investasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap.
(3) Biaya personal sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.
(4) Biaya operasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) meliputi:
a. Gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji.
b. Bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan
c. Biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya.
(5) Standar biaya operasi satuan pendidikan ditetapkan dengan Peraturan Menteri berdasarkan usulan BSNP
Sebelum PP tentang standar pembiayaan pendidikan ini dikeluarkan, telah ada SK Mendiknas tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan (SPM) yaitu Kepmendiknas No.053/U/2001 yang menyatakan bahwa SPM bidang pendidikan adalah tolok ukur kinerja pelayanan pendidikan atau acuan bagi penyelenggaraan pendidikan di provinsi dan kabupaten/kota sebagai daerah otonom. Penyusunan SPM bidang Pendidikan Dasar dan Menengah mengacu kepada PP No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom mengisyaratkan adanya hak dan kewenangan Pemerintah Pusat untuk membuat kebijakan tentang perencanaan nasional dan standarisasi nasional.

Dalam rangka penyusunan standarisasi nasional itulah, Mendiknas telah menerbitkan Keputusan No.053/U/2001 tanggal 19 April 2001 tentang SPM yang diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman dan sekaligus ukuran keberhasilan dalam penyelenggaraan pendidikan di daerah provinsi, kabupaten/kota bahkan sampai di tingkat sekolah.

Kepmendiknas No. 129/U/2004 merupakan hasil revisi dari kepmen sebelumnya sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam sistem dan manajemen pendidikan nasional. Pada kepmen ini pendidikan nonformal, kepemudaan, olahraga, dan Pendidikan Usia Dini lebih ditonjolkan. Pendidikan nonformal seperti pendidikan keaksaraan, pendidikan kesetaraan SD, SMP, SMA, pendidikan ketrampilan dan bermata pencaharian, kelompok bermain, pendidikan kepemudaan dan olahraga secara ekplisit telah ditentukan standar pelayanan untuk masing-masing SPM.

Karena standar pembiayaan juga mencakup kebutuhan atas buku teks pelajaran, maka perlu diperhatikan Peraturan Mendiknas No. 11 Tahun 2005 tentang Buku Teks Pelajaran yaitu Pasal 7: satuan pendidikan menetapkan masa pakai buku teks pelajaran paling sedikit 5 tahun dan buku teks pelajaran tidak dipakai lagi oleh satuan pendidikan apabila ada perubahan standar nasional pendidikan dan buku teks pelajaran dinyatakan tidak layak lagi oleh Menteri.

Pada Pasal 8 ditegaskan bahwa: guru dapat menganjurkan kepada peserta didik yang mampu untuk memiliki buku teks pelajaran; anjuran sebagaimana dimaksud bersifat tidak memaksa atau tidak mewajibkan; untuk memiliki buku teks pelajaran, peserta didik atau orangtua/walinya membelinya di pasar; untuk membantu peserta didik yang tidak mampu memiliki akses ke buku teks pelajaran, satuan pendidikan wajib menyediakan paling sedikit 10 (sepuluh) eksemplar buku teks pelajaran untuk setiap mata pelajaran pada setiap kelas, untuk dijadikan koleksi perpustakaannya.

BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Standar Pembiayaan Pendidikan
Standar Pembiayaan pendidikan dapat ditelusuri dari Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tetang Standar Nasional pendidikan (PP SNP). Bab IX Standar Pembiayaan dalam PP SNP menyebutkan bahwa Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal. Biaya investasi satuan pendidikan meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumbe daya manusia, dan modal kerja tetap. Biaya operasi satuan pendidikan meliputi: gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji, bahanatau peralatan pendidikan habis pakai, dan biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya. Biaya personal meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.

Standar pembiayaan adalah Standar yang membiayai proses belajar mengajar siswa selama satu tahun atau Standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya oprasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun adapun biaya operasi satuan pendidikan adalah bagian dari dana pendidikan yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi satuan pendidikan agar dapat berlangsung kegiatan pendidikan yang sesuai dengan Standar nasional pendidikan secara teratur dan bekelanjutan

Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal. Biaya investasi meliputi penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumber daya manusia, dan modal kerja tetap. Biaya personal meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik. Biaya operasi meliputi gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang nelekat pada gaji; bahan atau peralatan pendidikan habis pakai; dan biaya operasi pendidikantak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi.

Pembiayaan Sekolah didasarkan pada rancangan biaya operasional program kerja tahunan meliputi investasi, operasi, dan biaya personal. Sumber Pembiayaan sekolah dapat berasal orang tua siswa, masyarakat, pemerintah dan donatur lainnya. Penggunaan dana harus dipertanggungjawabkan dan dikelola secara transparan dan akuntabel.

2. Konsep Pembiayaan Pendidikan

Sistem Pembiayaan Pendidikan
Sistem pembiayaan pendidikan merupakan proses dimana pendapatan dan sumber daya tersedia digunakan untuk memformulasikan dan mengoperasionalkan sekolah. Sistem pembiayaan pendidikan sangat bervariasi tergantung dari kondisi masing-masing negara seperti kondisi geografis, tingkat pendidikan, kondisi politik pendidikan, hukum pendidikan, ekonomi pendidikan, program pembiayaan pemerintah dan administrasi sekolah. Sementara itu terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk mengetahui sesuai tidaknya sistem dengan kondisi negara. Untuk mengetahui apakah sistem tersebut memuaskan, dapat dilakukan dengan cara:
1. menghitung berbagai proporsi dari kelompok usia, jenis kelamin, tingkat buta huruf;
2. distribusi alokasi sumber daya pendidikan secara efisien dan adil sebagai kewajiban pemerintah pusat mensubsidi sektor pendidikan dibandingkan dengan sektor lainnya.

Setiap keputusan dalam masalah pembiayaan sekolah akan mempengaruhi bagaimana sumber daya diperoleh dan dialokasikan. Oleh karena itu perlu dilihat siapa yang akan dididik dan seberapa banyak jasa pendidikan dapat disediakan, bagaimana mereka akan dididik, siapa yang akan membayar biaya pendidikan. Demikian pula sistem pemerintahan seperti apa yang paling sesuai untuk mendukung sistem pembiayaan pendidikan. Tanggungjawab pemerintah dalam pembiayaan pendidikan termasuk untuk pendidikan kejuruan dan bantuan terhadap murid. Hal itu perlu dilihat dari faktor kebutuhan dan ketersediaan pendidikan, tanggungjawab orang tua dalam menyekolahkan vs social benefit secara luas, pengaruh faktor politik dan ekonomi terhadap sektor pendidikan.

Menurut Levin (1987) pembiayaan sekolah adalah proses dimana pendapatan dan sumber daya tersedia digunakan untuk memformulasikan dan mengoperasionalkan sekolah di berbagai wilayah geografis dan tingkat pendidikan yang berbeda-beda. Pembiayaan sekolah ini berkaitan dengan bidang politik pendidikan dan program pembiayaan pemerintah serta administrasi sekolah. Beberapa istilah yang sering digunakan dalam pembiayaan sekolah, yakni school revenues, school expenditures, capital dan current cost. Dalam pembiayaan sekolah tidak ada pendekatan tunggal dan yang paling baik untuk pembiayaan semua sekolah karena kondisi tiap sekolah berbeda.

Setiap kebijakan dalam pembiayaan sekolah akan mempengaruhi bagaimana sumber daya diperoleh dan dialokasikan. Dengan mengkaji berbagai peraturan dan kebijakan yang berbeda-beda di sektor pendidikan, kita bisa melihat konsekuensinya terhadap pembiayaan pendidikan, yakni:
• Keputusan tentang siapa yang akan dididik dan seberapa banyak jasa pendidikan dapat disediakan
• Keputusan tentang bagaimana mereka akan dididik
• Keputusan tentang siapa yang akan membayar biaya pendidikan
• Keputusan tentang sistem pemerintahan seperti apa yang paling sesuai untuk mendukung pembiayaan sekolah

Untuk menjawab pertanyaan tersebut di atas, ada dua hal pokok yang harus dapat dijawab, yakni: i) bagaimana sumber daya akan diperoleh, ii) bagaimana sumber daya akan dialokasikan pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan/tipe sekolah/kondisi daerah yang berbeda. Terdapat dua kriteria untuk menganalisis setiap hal tersebut, yakni, i) efisiensi yang terkait dengan keberadaan sumber daya yang dapat memaksimalkan kesejahteraan masyarakat dan ii) keadilan yang terkait dengan benefits dan costs yang seimbang.

Menurut J. Wiseman (1987) terdapat tiga aspek yang perlu dikaji dalam melihat apakah pemerintahan perlu terlibat dalam masalah pembiayaan pendidikan:
• Kebutuhan dan ketersediaan pendidikan terkait dengan sektor pendidikan dapat dianggap sebagai salah satu alat perdagangan dan kebutuhan akan investasi dalam sumberdaya manusia/human capital
• Pembiayaan pendidikan terkait dengan hak orang tua dan murid untuk memilih menyekolahkan anaknya ke pendidikan yang akan berdampak pada social benefit secara keseluruhan
• Pengaruh faktor politik dan ekonomi terhadap sektor pendidikan

Dalam hal pendidikan kejuruan dan industri, M. Woodhall (1987) menjelaskan bahwa di masa lalu pembiayaan pendidikan jenis ini ditanggung oleh perusahaan. Perusahaan memberi subsidi kepada para pekerjanya sendiri. Sekarang peran pemerintah semakin besar dalam pembiayaan ini. Hal itu disebabkan adanya kepentingan ekonomi. Artinya kebijakan ketenagakerjaan, diharapkan dapat meningkatkan kepentingan untuk membagi biaya dan manfaat dari pendidikan ini dengan adil.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pendidikan kejuruan ini adalah:
• Peran pemerintah dalam membiayai jenis pendidikan ini
• Perbedaan antara jenis training yang umum dan spesifik
• Pilihan antara training yang on dan off the job
• Keseimbangan antara pembiayaan dari pemerintah dan sektor swasta di pendidikan ini
• Pentingnya praktek kerja sebagai kelanjutan dari jenis pendidikan ini
• Pembayaran kompensasi selama mengikuti pendidikan ini
• Sumber daya yang dialokasikan untuk jenis pendidikan ini

Pendekatan Kecukupan (Adequacy Approach)
Pengukuran biaya pendidikan seringkali menitikberatkan kepada ketersediaan dana yang ada namun secara bersamaan seringkali mengabaikan adanya standar minimal untuk melakukan pelayanan pendidikan. Konsep pendekatan kecukupan menjadi penting karena memasukkan berbagai standar kualitas dalam perhitungan pembiayaan pendidikan. Sehingga berdasarkan berbagai tingkat kualitas pelayanan pendidikan tersebut dapat ditunjukkan adanya variasi biaya pendidikan yang cukup ideal untuk mencapai standar kualitas tersebut. Analisis kecukupan biaya pendidikan ini telah digunakan di beberapa negara bagian Amerika Serikat untuk mengalokasikan dana pendidikan. Berbagai studi di Indonesia telah pula mencoba memperhitungkan biaya pendidikan berdasarkan standar kecukupan.

Perhitungan biaya pendidikan berdasarkan pendekatan kecukupan ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya:
• Besar kecilnya sebuah institusi pendidikan
• Jumlah siswa
• Tingkat gaji guru (karena bidang pendidikan dianggap sebagai highly labour intensive)
• Rasio siswa dibandingkan jumlah guru
• Kualifikasi guru
• Tingkat pertumbuhan populasi penduduk (khususnya di negara berkembang)
• Perubahan dari pendapatan (revenue theory of cost)

BAB III
KESIMPULAN

Konstitusi amandemen UUD l945 mengamanatkan bahwa pemerintah mempunyai kewajiban mengalokasikan biaya pendidikan sebesar 20% dari APBN dan 20% dari APBD selain gaji guru agar mutu dan pemerataan pendidikan dapat lebih ditingkatkan. Upaya peningkatan mutu dan perluasan kesempatan memperoleh pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah memerlukan adanya standar nasional bidang pendidikan. Untuk itu pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. l9 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang memberikan pengaturan standar nasional pendidikan sekaligus merupakan kriteria minimal yang harus dipenuhi dalam sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia

Pelaksanaan PP No. 19 Tahun 2005 membawa implikasi terhadap perlunya disusun standar pembiayaan yang meliputi standarisasi komponen biaya pendidikan yang meliputi biaya operasional, biaya investasi dan biaya personal. Selanjutnya dinyatakan bahwa standar biaya-biaya satuan pendidikan ini ditetapkan dengan Peraturan Menteri berdasarkan usulan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Standar pembiayaan pendidikan ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam penyelenggaraan pendidikan di setiap Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertaman (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di seluruh Indonesia.


BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional pendidikan, Fokus Media, Bandung, 2006. Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional, Fokus Media, Bandung, 2006. Murip Yahya, Pengantar pendidikan, Prospect, Bandung, 2009. Departemen pendidikan Nasional, Data Balitbang Depdiknas tahun 2003. Surat Kabar, Kompas. Jakarta. Surat Kabar, Sriwijaya Post. Jakarta. Buletin, BSNP. Jakarta: Departemen pendidikan Nasional.

Dari Ninuk Dwi Wuriyani 5525089386 Alih Program Busana 2008

STANDAR SARANA DAN PRASARANA PENDIDIKAN

STANDAR SARANA DAN PRASARANA PENDIDIKAN


BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan , buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.

Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidika, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat ibadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.

Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, misalnya pengembangan kurikulum nasional dan lokal, peningkatan kompetensi guru melalui pelatihan, pengadaan buku dan alat pelajaran, pengadaan dan perbaikan Sarana dan Prasarana pendidikan, dan peningkatan mutu manajemen sekolah. Namun demikian, berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukan peningkatan yang berarti. Sebagian sekolah, terutama di kota-kota, menunjukan peningkatan mutu pendidikan yang cukup menggembirakan, namun sebagian lainnya masih memprihatinkan.

BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Standar Sarana dan Prasarana Pendidikan
Sarana adalah perlengkapan pembelajaran yang dapat dipindah-pindah.

Standar sarana adalah sarana yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk di dalamnya buku-buku Panduan Belajar, penggunaan teknologi informasi /komunikasi, dll.

Standar sarana dan prasarana adalah Standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perputakaan, laboratorium,bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berrekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembeljaran termasuk penggunaan tehnologi informasi dan komonikasi.

Ada lima faktor penting yang harus ada pada proses belajar mengajar yaitu: guru, murid, tujuan, materi dan waktu. Ketidak adaan salah satu faktor saja dari faktor tersebut, maka tidak mungkin terjadi proses belajar mengajar. Dengan 5 faktor tersebut, proses belajar mengajar dapat dilaksanakan walaupun kadang-kadang dengan hasil yang minimal pula. Hasil tersebut dapat ditingkatkan apabila ada sarana penunjang, yaitu faktor fasilitas/Sarana dan Prasarana Pendidikan.

“Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud atau tujuan; alat; media”.1 Menurut E. Mulyasa, “Sarana pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dan menunjang proses pendidikan, khususnya proses belajar, mengajar, seperti gedung, ruang kelas, meja kursi, serta alat-alat dan media pengajaran”.

Sarana pendidikan merupakan sarana penunjang bagi proses belajar-mengajar. Menurut Tim Penyusun Pedoman Pembakuan Media Pendidikan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang dimaksud dengan: “Sarana pendidikan adalah semua fasilitas yang diperlukan dalam proses belajar-mengajar, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak agar pencapaian tujuan pendidikan dapat berjalan dengan lancar, teratur, efektif dan efisien”.3

Jadi, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud sarana pendidikan adalah semua fasilitas yang secara langsung dan menunjang proses pendidikan, khususnya proses belajar mengajar, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak agar pencapaian tujuan pendidikan dapat berjalan dengan lancar, teratur, efektif dan efesien.

Sedangkan pengertian prasarana secara etimologis (arti kata) prasarana berarti alat tidak langsung untuk mencapai tujuan. Dalam pendidikan misalnya : lokasi/tempat, bangunan sekolah, lapangan olah raga, uang dan sebagainya. Sedang sarana seperti alat langsung untuk mencapai tujuan pendidikan, misalnya : ruang, buku, perpustakaan, laboratorium dan sebagainya.4

Sedangkan menurut Ibrahim Bafadal bahwa “prasarana pendidikan adalah semua perangkat kelengkapan dasar yang secara tidak langsung menunjang pelaksanaan proses pendidikan di sekolah”.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan prasarana pendidikan adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan atau pengajaran, seperti halaman, kebun, taman sekolah, jalan menuju sekolah, tetapi dimanfaatkan secara langsung untuk proses belajar mengajar, seperti taman sekolah untuk pengajaran biologi, halaman sekolah sebagai sekaligus lapangan olah raga, komponen tersebut merupakan sarana pendidikan.

2. Jenis-jenis Sarana dan Prasarana Pendidikan
Fasilitas atau benda-benda pendidikan dapat ditinjau dari fungsi, jenis atau sifatnya, yaitu:
1. Ditinjau dari fungsinya terhadap PBM, prasarana pendidikan berfungsi tidak langsung (kehadirannya tidak sangat menentukan). Sedangkan sarana pendidikan berfungsi langsung (kehadirannya sangat menentukan) terhadap PBM.
2. Ditinjau dari jenisnya, fasilitas pendidikan dapat dibedakan menjadi fasilitas fisik dan fasilitas nonfisik.
3. Ditinjau dari sifat barangnya, benda-benda pendidikan dapat dibedakan menjadi barang bergerak dan barang tidak bergerak, yang kesemuanya dapat mendukung pelaksanaan tugas.


3. Macam-macam Standar Sarana dan Prasarana Pendidikan
Adapun macam-macam Sarana dan Prasarana yang di perlukan di sekolah demi kelancaran dan keberhasilan kegiatan proses pendidikan sekolah adalah :
a. Ruang kelas: tempat siswa dan guru melaksanakan proses kegiatan belajar mengajar.
b. Ruang perpustakaan: tempat koleksi berbagai jenis bacaan bagi siswa dan dari sinilah siswa dapat menambah pengetahuan.
c. Ruang laboratorium ( tempat praktek) : tempat siswa mengembangkan pengetahuan sikap dan keterampilan serta tempat meneliti dengan menggunakan media yang ada untuk memecahkan suatu masalah atau konsep pengetahuan .
d. Ruang keterampilan adalah tempat siswa melaksanakan latihan mengenai keterampilan tertentu.
e. Ruang kesenian: adalah tempat berlangsungnya kegiatan-kegiatan seni
f. Fasilitas olah raga: tempat berlangsungnya latihan-latihan olahraga.

3. Pemeliharaan Sarana dan Prasarana
Untuk menyempurnakan pelaksanaan administrasi Sarana dan Prasarana para ahli menyarankan beberapa pedoman pelaksanaan administrasinya, diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Kepala sekolah tidak terlalu menyibukkan diri secara langsung dengan urusan pelaksanaan administrasi Sarana dan Prasarana pengajaran.
b. Melakukan sistem pencatatan yang tepat sehingga mudah di kerjakan.
c. Senantiasa di tinjau dari segi pelayanan untuk turut memperlancar pelaksanaan program pengajaran.

Adapun masalah yang sering timbul dalam pemeliharaan Sarana dan Prasarana di sekolah adalah pengrusakan yang di lakukan oleh siswa –siswa di sekolah itu sendiri. Namun ada beberapa upaya yang bisa di lakukan dalam menangani masalah tersebut diantaranya adalah :
a. Membangkitkan rasa memiliki sekolah pada siswa –siswi
b. Sarana dan prasarana sekolah di siapkan yang prima sehingga tidak mudah di rusak
c. Membina siswa untuk disiplin dengan cara yang efektif dan di terima oleh semua siswa .
d. Memupuk rasa tanggung jawab kepada siswa untuk menjaga dan memelihara keutuhan dari sarana dan prasarana sekolah yang ada.

Koordinasi dalam mengelola dan memelihara sarana dan prasarana sekolah agar tetap prima adalah tugas utama dari administrator , oleh karena itu para petugas yang berhubungan dengan sarana dan prasarana sekolah bertanggung jawab langsung kepada kepala sekolah Adapun kebijaksanaan yang di perlukan dalam memelihara dan mengelola sarana dan prasarana sekolah adalah :
a. Membina hubungan kerja sama yang baik dengan petugas
b. Memimpin kerja sama dengan staf yang membantu petugas.
c. Memberikan pelatihan pada petugas untuk peningkatan kerjanya.
d. Mengawasi pembaharuan dan perbaikan sarana dan prasarana
e. Mengadakan inspeksi secara periodik dan teliti terhadap sarana dan prasarana.

3. Prinsip dan tata tertib.
Setiap sekolah memiliki prinsip-prinsip dan tata tertib mengenai penggunaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah, hal itu bertujuan untuk mempermudah administrator dalam mengawasi dan mengatur sarana dan prasarana yang ada di sekolah tersebut.

4. Hubungan Antara Sarana dan prasarana dengan Program Pengajaran
Jenis peralatan dan perlengkapan yang di sediakan di sekolah dan cara-cara pengadministrasiannya mempunyai pengaruh besar terhadap proses belajar mengajar. Persediaan yang kurang dan tidak memadai akan menghambat proses belajar mengajar , demikian pula administrasinya yang jelek akan mengurangi kegunaan alat-alat dan perlengkapan tersebut, sekalipun peralatan dan perlengkapan pengajaran itu keadaannya istimewa. Namun yang lebih penting dari itu semua adalah penyediaan sarana di sekolah di sesuaikan dengan kebutuhan anak didik serta kegunaan hasilnya di masa mendatang.

5. Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Pendidikan
Pemeliharaan merupakan kegiatan penjagaan atau pencegahan dari kerusakan suatu barang, sehingga barang tersebut selalu dalam kondisi baik dan siap pakai. Pemeliharaan dilakukan secara continue terhadap semua barang-barang inventaris kadang-kadang dianggap sebagai suatu hal yang sepele, padahal pemeliharaan ini merupakan suatu tahap kerja yang tidak kalah pentingnya engan tahap-tahap yang lain dalam administrasi sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana yang sudah dibeli dengan harga mahal apabila tidak dipelihara maka tidak dapat dipergunakan.

Pemeliharaan dimulai dari pemakai barang, yaitu dengan berhati-hati dalam menggunakannya. Pemeliharaan yang bersifat khusus harus dilakukan oleh petugas professional yang mempunyai keahlian sesuai dengan jenis barang yang dimaksud.Pelaksanaan barang inventaris meliputi:
a. Perawatan
b. Pencegahan kerusakan
c. Penggantian ringan

Pemeliharaan berbeda dengan rehabilitasi, rehabilitasi adalah perbaikan berskala besar dan dilakukan pada waktu tertentu saja.

BAB III
KESIMPULAN

Sarana dan prasarana pendidikan adalah semua perangkat atau fasilitas atau perlengkapan dasar yang secara langsung dan tidak langsung dipergunakan untuk menunjang proses pendidikan dan demi tercapainya tujuan, khususnya proses belajar mengajar, seperti gedung, ruang, meja kursi, alat-alat media pengajaran, ruang teori, ruang perpustakaan, ruang praktek keterampilan, serta ruang laboratorium dan sebagainya.

Masalah pemanfaatan sarana dan prasarana pendidikan merupakan factor yang penting terhadap proses belajar mengajar. Untuk itu fungsi dan peranan sekolah, guru, siswa dan personel sekolah memanfaatkan sarana dan prasarana pendidikan ini agar benar-benar menentukan keberhasilan proses belajar yang efektif.

Sedangkan motivasi belajar siswa adalah dorongan atau kemauan yang muncul dalam diri siswa untuk melakukan aktivitas belajarnya dengan giat sehingga mendapat kepuasan/ganjaran diakhir kegiatan belajarnya dan agar kualitas hasil belajar siswa juga memungkinkannya dapat diwujudkan serta tercapai tujuannya yaitu memiliki prestasi tinggi di sekolah, memiliki pengetahuan, keterampilan maupun pengalaman yang dapat dibanggakan.

Oleh karena itu dalam suatu proses belajar mengajar, sarana dan prasarana pendidikan harus ada. Tanpa adanya sarana dan prasarana pendidikan, suatu proses belajar mengajar tidak akan mencapai tujuan yang maksimal.

Dan dengan tersedianya sarana dan prasarana pendidikan secara langsung dan tidak langsung digunakan dalam proses belajar mengajar, maka guru harus dapat memanfaatkan segala sarana dan prasarana pendidikan yang ada dengan seoptimal mungkin da bertanggung jawab penuh terhadap keselamatan pemakaian sarana dan prasarana pendidikan yang ada atau ditempatkan dikelas dimana ia mengajar.

Dengan demikian, jika pemanfaatan segala sarana dan prasarana pendidikan dilakukan dengan tepat dan seoptimal mungkin, maka siswa akan memiliki motivasi yang tinggi untuk belajar dengan sungguh-sungguh sehingga proses belajar mengajar dapat berjalan dengan lancar, teratur, efektif dan efisien dan dapat menghasilkan prestasi belajar yang sesuai dengan tujuan yang diharapkan


BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Soetjipto, Prof. Profesi Keguruan. Rineka Cipta. Jakarta. 2004
Http://Media.Diknas.Go.Id
Oteng, Sutisna. Administrasi Pendidikan. Penerbit Angkasa. Bandung. !985
Burhanuddin, Yusak. Administrasi Pendidikan. Pustaka Setia. Bandung. 2005
Yusak Burhanudin. Aministrasi Pendidikan. Bab III, Hlm 77.
Http://Media.Diknas.Go.Id
Sutisno, Oteng. Administrasi Pendidikan. Bab II. Hlm 33.
Ibid…. Hlm 53.
Prof. Soetjipto. Profesi Keguruan. Bab VII. Hlm 172.



Dari Ninuk Dwi Wuriyani 5525089386 Alih Program Busana 2008

Senin, 04 Januari 2010

STANDAR PROSES PENDIDIKAN

STANDAR PROSES PENDIDIKAN



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peranan guru sangat menentukan dalam usaha peningkatan mutu pendidikan Untuk itu guru sebagai agen pembelajaran dituntut untuk mampu menyelenggarakan proses pembelajaran dengan sebaik-baiknya, dalam kerangka pembangunan pendidikan. Guru mempunyai fungsi dan peran yang sangat strategis dalam pembangunan bidang pendidikan, dan oleh karena itu perlu dikembangkan sebagai profesi yang bermartabat.

Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 4 menyiratkan bahwa guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Untuk dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, guru wajib untuk memiliki syarat tertentu, salah satu di antaranya adalah kompetensi. Syarat kompetensi tersebut ditinjau dari perspektif administratif, ditunjukkan dengan adanya sertifikat. Namun dalam perspektif teknologi pendidikan kompetensi tersebut ditunjukkan secara fungsional, yaitu kemampuannya mengelola kegiatan belajar dan pembelajaran.
Bertolak dari ketentuan perundangan (PP No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan), dapat dikatakan bahwa mutu pendidikan nasional dapat terwujud bila ke delapan standar minimal, yaitu standar isi, standar proses, sandar kompetensi lulusan, standar pendidikan dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan dapat dipenuhi. Mengingat bahwa hakekat teknologi pendidikan adalah proses untuk meningkatkan nilai tambah dalam pendidikan, maka makalah ini akan lebih banyak menyoroti standar proses. Peningkatan mutu pendidikan dalam era pembangunan yang bersifat global, mau tidak mau kita harus mempertimbangkan hasil kajian empirik di negara maju sebagai masukan dalam menentukan mutu pendidikan, sebab kalau tidak, maka masyarakat dan bangsa Indonesia akan terpuruk dalam percaturan global. Keberhasilan pembangunan suatu masyarakat, dilihat dari indikator ekonomi, ditentukan oleh mutu sumber daya manusianya, bukan ditentukan oleh kekayaan sumber alam.

Sumber daya manusia yang bermutu tidak ada begitu saja, tetapi harus melalui suatu proses pendidikan, yang juga harus bermutu tinggi. Para pemimpin negara dan masyarakat seringkali tidak menyadari bahwa pendidikan yang bermutu menjadi fundamen dari pembangunan ekonomi. Sumberdaya manusia yang terdidik dengan baik akan mampu berkarya; karya tersebut menghasilkan produk dan/atau jasa yang dapat dijual dan karena itu dapat diperoleh penghasilan yang layak; penghasilan dapat dibelanjakan untuk membeli produk atau jasa lain; dengan pembelajaan penghasilan dan meningkatnya produk dan/atau jasa maka ekonomi akan berkembang.




BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Standar Proses Pendidikan / Pembelajaran
a. Pengertian Standar
Standar dalam UUSPN No. 20 tahun 2003 diberi makna kriteria minimal. Standar berarti batas, patokan, syarat yang harus dicapai dalam proses peningkatan mutu. Batas-batas itu harus terukur sehingga harus jelas indikatornya.Menurut Douglas (2002:7) yaitu
1. Standar itu pasti, misalnya dalam standar batas nilai minimal membantu siswa mencapai target.
2. Standar itu ukuran keahlian atau kompetensi.
3. Standar itu prestasi yang patut dicontoh.
4. Standar itu tantangan. Standar itu hasil kesepakatan.

Ditegaskan pula bahwa dari hasil studi mengenai pendidikan baik dilihat dari prespektif teoritis maupun politis, Douglas menyatakan bahwa standar adalah efektif. Berkenaan dengan efektivitas menurut Osborne dan Gaebler (1999) selalu mendatangkan hasil yang lebih baik. Abin Syamsudin (1999:20) mendefinisikan bahwa efektif pada dasarnya menunjukan ukuran tingkat kesesuaian antara hasil yang dicapai (achievements, observed outputs) dengan hasil yang ditetapkan terlebih dahulu. Berdasarkan itu, maka standar adalah kriteria minimal yang harus dicapai yang ditetapkan pada saat menyusun perencanaan.

b. Pengertian proses
Proses merupakan kunci untuk menghasilkan mutu; proses ini merupakan usaha mengkoordinasikan desain dari tiap komponen yang lain. Keluaran bukan hanya mereka yang lulus satuan pendidikan dan dapat meneruskan ke jenjang perguruan tinggi, melainkan juga termasuk putus satuan pendidikan, Ukuran kualitas tidak hanya dilakukan oleh satuan pendidikan melainkan juga oleh pelanggan dan para pemangku kepentingan (stakeholders).

c. Pengertian Pendidikan
Menurut pendapat Deming (Jenkins, 1996) pendidikan merupakan suatu sistem dengan tujuh komponen yang harus ada dan saling berkaitan. Ke tujuh komponen tersebut adalah:
1. tujuan (aims);
2. pelanggan (customers);
3. persediaan (supplies);
4. masukan (input);
5. proses;
6. keluaran (output); dan
7. ukuran kualitas (quality measurement).

Demikian menyatakan bahwa tujuan umum pendidikan adalah meningkatkan hal-hal yang positif, mengurangi hal-hal yang negatif sehingga setiap peserta didik bergairah untuk belajar. Yang dimaksudkan dengan pelanggan adalah para peserta didik terutama yang menjadi subyek dalam program wajib belajar, meskipun termasuk pula peserta didik lain seperti mahapeserta didik dan warga belajar dewasa. Yang dimaksudkan dengan persediaan adalah anak usia prasatuan pendidikan yang sudah memperoleh pendidikan dari orangtua, media, gereja (tempat ibadah), dan tempat bermain. Masukan meliputi di antaranya peraturan, anggaran, kurikulum, dan kebutuhan akan tenaga kerja.

d. Pengertian Standar proses
Standar proses adalah Standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai Standar kompetensi lulusan .

e. Proses pembelajaran
Proses pembelajaran pada satuan waktu pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Selain itu dalam proses pembelajaran pendidik memberikan keteladanan.
Setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar.
Pengawasan proses pembelajaran meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan pengambilan langkah tindak lanjut yang diperlukan.


B. Pengertian Kualitas Pendidikan
Kualitas pendidikan sebagai sistem selanjutnya tergantung pada kualitas komponen yang membentuk sistem, serta proses yang berlangsung hingga membuahkan hasil.

Secara umum dapat dikatakan kualitas pendidikan adalah kesesuaian dengan standar yang ditentukan.Standar Nasional Pendidikan seperti ditetapkan dalam PP No. 19 Tahun 2005.Keenam kunci keunggulan tersebut adalah:
(1) pemahaman bersama dan komitmen terhadap tujuan yang tinggi,
(2) komunikasi terbuka dan kolaborasi dalam memecahkan masalah,
(3) penilaian belajar dan pembelajaran secara terus menerus,
(4) belajar pribadi dan profesional,
(5) sumber-sumber untuk menunjang belajar dan pembelajaran, serta
(6) kurikulum dan pembelajaran

C. Pengertian Mutu Pendidikan
Menurut Hoy, et al. (2000), yang dimaksud dengan mutu pendidikan adalah suatu evaluasi atas proses mendidik yang dapat meningkatkan kebutuhan untuk mengembangkan dan membina bakat dari peserta didik, proses pendidikan itu sendiri, dan bersamaan dengan itu memenuhi standar akuntabilitas yang ditetapkan oleh mereka yang bertanggung jawab membiayai dan menerima lulusan pendidikan. Pendapat tersebut memperkuat pendapat bahwa ke tiga pihak yang berkepentingan perlu merumuskan kesepakatan bersama.
Secara umum mutu pendidikan dapat dikatakan gambaran mengenai baik-buruknya hasil yang dicapai oleh siswa dalam proses pendidikan yang dilaksanakan. Lembaga pendidikan dianggap bermutu bila berhasil mengubah tingkah laku anak-didik dikaitkan dengan tujuannya pendidikannya. Mutu pendidikan sebagai sistem selanjutnya tergantung pada mutu komponen yang membentuk sistem, serta proses yang berlangsung hingga membuahkan hasil.
Konsep mutu pendidikan mengandung lima rujukan, yaitu :
Kesesuaian mengandung ciri adanya:
a. kesepadanan dengan karakteristik peserta‑didik perorangan maupun kelompok, yaitu aspek‑aspek atau kualitas seperti bakat, motivasi, dan kemampuan yang telah dimiliki oleh peserta‑didik;
b. keserasian dengan aspirasi perorangan maupun masyarakat;
c. kecocokan dengan kebutuhan masyarakat baik yang sifatnya normatif, proyektif, ekspresif, maupun komparatif;
d. kesesuaian dengan kondisi lingkungan, yang dapat meliputi budaya, sosial, politik, ekonomi, teknologi, dan wilayah;
e. keselarasan dengan tuntutan zaman yaitu misalnya untuk belajar lebih banyak, lebih cepat, dan terus‑menerus sepanjang hayat;
f. ketepatan dengan teori, prinsip dan/atau nilai baru dalam bidang pendidikan, yaitu misalnya belajar menyelidik (inquiry learning), belajar memecahkan masalah, belajar mandiri, belajar penguasaan, belajar struktur bidang studi dan lain sebagainya.

Pendidikan yang bermutu juga harus mempunyai daya tarik yang kuat, meliputi di antaranya:
a. sarana pendidikan yang tersebar dan karena itu mudah dicapai dan diikuti;
b. isi pendidikan yang mudah dicerna karena telah diolah sedemikian rupa;
c. kesempatan yang tersedia yang dapat diperoleh siapa saja pada setiap saat diperlukan;
d. pesan yang diberikan pada saat dan peristiwa yang tepat (just-in-time = JIT, bukan just-in-case = JIC = sekiranya diperlukan);
e. keterandalan (accountability) yang tinggi, terutama karena kinerja (performance) lembaga dan lulusannya yang menonjol;
f. keanekaragaman sumber, baik yang dengan sengaja dikembangkan maupun yang sudah tersedia dan dapat dipilih serta dimanfaatkan untuk kepentingan belajar; dan
g. suasana yang akrab, hangat, dan merangsang.

Efektivitas pendidikan seringkali diukur dengan tercapainya tujuan, atau dapat pula diartikan sebagai ketepatan dalam mengelola suatu situasi (doing the right things).
Pengertian ini mengandung ciri:
a. bersistem (sistematik), yaitu dilakukan secara teratur atau berurutan melalui tahap perencanaan, pengembangan, pelaksanaan, penilaian, dan penyempurnaan;
b. sensitif terhadap kebutuhan akan tugas belajar dan kebutuhan pemelajar;
c. kejelasan akan tujuan dan karena itu dapat dihimpun usaha untuk mencapainya; dan
d. bertolak dari kemampuan atau kekuatan mereka yang bersangkutan (peserta didik, pendidik, masyarakat dan pemerintah).

Efisiensi pendidikan dapat diartikan sebagai kesepadanan antara waktu, biaya, dan tenaga yang digunakan dengan hasil yang diperoleh atau disebut pula sebagai doing the things right (mengerjakan sesuatu dengan benar).
Ciri yang terkandung meliputi:

a. merancang kegiatan pembelajaran berdasarkan model yang mengacu pada kepentingan, kebutuhan dan kondisi peserta didik;
b. pengorganisasian kegiatan belajar dan pembelajaran yang rapi, seperti misalnya lingkungan atau latar yang diperhatikan, pemanfaatan berbagai sumber daya dengan pembagian tugas seimbang, dan pengembangan dan pemanfaatan aneka sumber belajar sesuai keperluan;
c. usaha inovatif yang merupakan penghematan, seperti misalnya pem-belajaran jarak-jauh, pembelajaran terbuka tanpa harus membangun gedung dan mengangkat tenaga pendidik yang digaji secara tetap;
d. mempertimbangkan berbagai faktor internal maupun eksternal (sistemik) untuk menyusun alternatif tindakan dan kemudian memilih tindakan yang paling menguntungkan.

Produktivitas kegiatan pendidikan berarti bahwa proses dan hasilnya bertambah. Proses yang bertambah karena secara konseptual siapa saja, kapan saja dan dimana saja dapat mengakses pelajaran. Hasil yang bertambah, (lulusan, karya tulis, penelitian), dapat diperoleh tanpa harus menambah jumlah masukan (misalnya tambahan biaya), atau tanpa pertambahan masukan namun dengan hasil yang lebih banyak; atau dengan tambahan masukan sedikit tetapi pertambahan hasilnya lebih besar; atau pertambahan masukan yang banyak dengan hasil yang jauh lebih banyak lagi.

Yang merupakan ciri dari kesesuaian ini antara lain adalah sepadan dengan karakteristik peserta didik, serasi dengan aspirasi masyarakat maupun perorangan, cocok dengan kebutuhan masyarakat, sesuai dengan kondisi lingkungan, selaras dengan tuntutan zaman, dan sesuai dengan teori, prinsip, dan/atau nilai baru dalam pendidikan.

Dalam prinsip ekonomi diketahui bahwa hubungan antara mutu dan biaya tidak selalu berjalan secara linear. Peningkatan biaya sedikit dengan pendekatan baru dan/atau efisiensi dapat meningkatkan mutu atau produktivitas. Demikian pula investasi awal yang memerlukan biaya tinggi dapat menyebabkan perbaikan mutu yang relatif murah dalam jangka panjang. Sebaliknya, biaya yang tinggi tidak menjamin mutu yang baik.

Sedangkan mutu yang baik selalu memerlukan biaya yang tidak murah. Sekarang ini sedang terjadi gejala komersialisasi pendidikan, dengan orientasi yang berlawanan. Di satu pihak menawarkan pendidikan yang mudah dan murah dengan menjual ijazah. Sedangkan di pihak lain menawarkan biaya yang tinggi dengan sarana yang mewah dan berkiblat internasional.







BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan.

Konsep tentang mutu pendidikan dengan demikian juga diartikan secara berbeda‑beda, tergantung pada situasi, kondisi dan sudut pandang. Pada awal kemerdekaan dahulu, adanya kesempatan satuan pendidikan bagi kebanyakan warga sudah dianggap sesuatu yang bermutu, karena sebelumnya kesempatan itu tidak ada atau sangat terbatas. Sekarang ini, sesuai dengan perkembangan budaya dan teknologi, pendidikan atau pembelajaran yang tidak memberikan kesempatan mengenal dan memanfaatkan teknologi informasi, dianggap kurang bermutu.
Perbedaan sudut pandang didasarkan pada pendapat bahwa dalam proses pendidikan ada tiga unsur yang berkepentingan. Yang pertama adalah pemerintah dan/atau yayasan bagi pendidikan swasta yang menentukan aturan pengelolaan (termasuk anggaran dan tatalaksana); kedua adalah peserta didik yang memperoleh manfaat dari pendidikan; dan ketiga adalah masyarakat, termasuk orangtua, yang memperoleh manfaat dari tersedianya lulusan atau hasil dari proses pendidikan. Ketiga sudut pandang ini ada kemungkinan berbeda dalam mengartikan mutu proses pendidikan.
Ditinjau dari sudut pandang proses pendidikan, yang dimaksud dengan kualitas memiliki pengertian sesuai dengan makna yang terkandung dalam siklus proses pendidikan tersebut. Secara ringkas dapat disebutkan beberapa kata kunci pengertian kualitas, yaitu: sesuai standar (fitness to standard), sesuai penggunaan pasar/pelanggan (fitness to use), sesuai perkembangan kebutuhan terakhir (fitness to latest requirements), dan sesuai lingkungan global (fitness to global environmental requirements). Adapun yang dimaksud kualitas sesuai dengan standar, yaitu jika salah satu aspek dalam pengelolaan pendidikan itu sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Pengertian kualitas sesuai dengan penggunaan pasar/pelanggan (stakeholders), jika apa yang dihasilkan sudah sesuai dengan pelanggan pada saat melakukan ”transaksi.” Di dalam pendidikan, ”pelanggan” mencakup pihak-pihak yang lebih luas termasuk siswa, orang tua, masyarakat, pemerintah, dan pemerintah daerah. Kualitas sesuai dengan perkembangan kebutuhan berarti bahwa output pendidikan yang dihasilkan benar-benar langsung diminati oleh konsumen (dalam hal ini stakeholders). Kualitas sesuai lingkungan global mengandung arti bahwa konsep ini menghasilkan output pendidikan yang mampu melestarikan sumber daya alam sehingga lingkungan terjaga dari kerusakan


BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

(http://www.nea.org/schoolquality/index.html)
Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosda Karya Remaja.
Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990. Strategi Belajar Mengajar (Diktat Kuliah). Bandung: FPTK-IKIP Bandung.
Udin S. Winataputra. 2003. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.
Wina Senjaya. 2008. Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Dari Ninuk Dwi Wuriyani 5525089386 Alih Program Busana 2008

STANDAR ISI ( SI ) DAN STANDAR KOMPETENSI LULUSAN ( SKL )

STANDAR ISI ( SI ) DAN STANDAR KOMPETENSI LULUSAN ( SKL )

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak tahun 2006, Pusat Kurikulum telah melakukan kegiatan pendampingan ter-hadap satuan pendidikan (sekolah) agar mampu mengembangkan dan mengimplementasikan KTSP yang mengacu pada Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan serta Pelaksanaan kedua Standar tersebut. Pada tahun 2008, Pusat Kurikulum sudah memprogramkan untuk melakukan pendampingan di 441 kabupaten dan kota, namun program tersebut hanya bisa dilaksanakan di sebagian besar kabupaten dan kota dan diutamakan yang letaknya jauh dan terpencil. Hal itu mengingat adanya pemotongan yang cukup besar terhadap anggaran kegiatan Pusat Kurikulum.

Pendampingan diartikan sebagai suatu usaha untuk memberikan dorongan kepada seseorang atau kelompok tertentu agar mampu melakukan tindakan atau aktivitas sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Jadi, pendampingan pengembangan KTSP adalah suatu usaha untuk memberikan dorongan kepada sekolah agar mampu mengembangkan kurikulum sekolah sesuai dengan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan. Namun demikian, dalam implementasinya pendampingan KTSP di setiap kabupaten dan kota melibatkan selain pihak kepala sekolah, guru, dan pengawas, juga staf terkait di dinas pendidikan setempat.

Terdapat beberapa pendekatan yang dapat dilakukan dalam kegiatan pendampingan yaitu sebagai berikut:
(1) Pendekatan Hirarkhi Birokrasi (Bureaucratic Hierarchies Approach): pendampingan yang dilakukan berdasarkan pada tingkatan kebijakan birokrasi mulai dari pusat, dinas, sampai ke sekolah;
(2) Pendekatan Keahlian (Expertise Approach): pendampingan yang dilakukan oleh para ahli dari perguruan tinggi yang memiliki kapasitas konsepsi dan substansi kurikulum;
(3) Pendekatan Model (Modeling Approach): pendampingan yang dilakukan dengan menggunakan sekolah yang sudah memiliki KTSP sebagai model;
(4) Pendekatan Kolegial(Colleague Approach): pendampingan yang dilakukan melalui teman sejawat seperti MKKS, KKG, dan MGMP.

Pendekatan-pendekatan pendampingan tersebut dapat dilakukan secara sendiri-sendiri atau secara eklektik. Dalam kaitan tersebut, Pusat Kurikulum memilih pendekatan yang bersifat eklektik karena hal tersebut tampak lebih baik jika hanya menggunakan salah satu pendekatan.

Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan (KTSP) adalah sebuah kurikulum operasional pendidikan yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan KTSP secara yuridis diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional pendidikan.

Penyusunan KTSP oleh sekolah dimulai tahun ajaran 2006/2007 dengan mengacu pada Standar Is (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk pendidikan dasar dan menengah sebagaimana yang diterbitkan melalui Peraturan Menteri pendidikan Nasional masing-masing Nomor 22 Tahun 2006 dan Nomor 23 Tahun 2006, serta Panduan Pengembangan KTSP yang dikeluarkan oleh BSNP.

Pada prinsipnya, KTSP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SI, namun pengembangannya diserahkan kepada sekolah agar sesuai dengan kebutuhan sekolah itu sendiri. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Pelaksanaan KTSP mengacu pada Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI SKL.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Standar Isi ( SI )
Standar Isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat Kompetensi yang dituangkan dalam persyaratan Kompetensi tamatan, Kompetensi bahan kajian Kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. SI ditetapkan dengan Kepmendiknas No. 22 Tahun 2006.

Termasuk dalam Standar Isi merupakan pedoman untuk pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang memuat:

kerangka dasar dan struktur kurikulum,
Kerangka dasar kurikulum adalah rambu-rambu yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional pendidikan untuk dijadikan pedoman dalam penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya pada setiap satuan pendidikan.

beban belajar
Beban belajar dirumuskan dalam bentuk satuan waktu yang dibutuhkan oleh peserta didik untuk mengikuti program pembelajaran melalui sistem tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan serta kemampuan lainnya dengan memperhatikan tingkat perkembangan peserta didik.

kurikulum tingkat satuan pendidikan yang dikembangkan di tingkat satuan pendidikan
Kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan.

kalender pendidikan /akademik
Kalender pendidikan adalah pengaturan waktu untuk kegiatan pembelajaran peserta didik selama satu tahun ajaran. Kalender pendidikan mencakup permulaan tahun ajaran, minggu efektif belajar, waktu pembelajaran efektif dan hari libur.


B. Pengertian Standar Kompetensi Lulusan ( SKL )
SKL merupakan kualifikasi kemampua Lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yangtelah disepakati, sebagaimana yang ditetapkan dengan Kepmendiknas No. 23 Tahun 2006.

SKL digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan. SKL meliputi Kompetensi untuk seluruh mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran.

Beban belajar dirumuskan dalam bentuk satuan waktu yang dibutuhkan oleh peserta didik untuk mengikuti program pembelajaran melalui sistem tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan serta kemampuan lainnya dengan memperhatikan tingkat perkembangan peserta didik.

Pemberlakuan KTSP, sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan Menteri pendidikan Nasional No. 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL, ditetapkan oleh kepala sekolah setelah memperhatikan pertimbangan dari komite sekolah. Dengan kata lain, pemberlakuan KTSP sepenuhnya diserahkan kepada sekolah, dalam arti tidak ada intervensi dari Dinas pendidikan atau Departemen pendidikan Nasional.
Penyusunan KTSP selain melibatkan guru dan karyawan juga melibatkan komite sekolah serta bila perlu para ahli dari perguruan tinggi setempat. Dengan keterlibatan komite sekolah dalam penyusunan KTSP maka KTSP yang disusun akan sesuai dengan aspirasi masyarakat, situasi dan kondisi lingkungan dan kebutuhan masyarakat.
KTSP vs Ujian Nasional?
KTSP sebagai kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan tahun ini akan menjadi content kurikulum yang diujikan dalam Ujian Nasional (UN) dan diharapkan dapat memenuhi Standar Nasional pendidikan (SNP). KTSP sebagai kurikulum yang dikembangkan sendiri oleh masing-masing sekolah sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan sekolah namun harus mengacu pada Standar Isi yang dikeluarkan Badan Standar Nasional pendidikan (BSNP). Menurut panduan penyusunan KTSP, Standar Isi mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai Kompetensi Lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Termasuk dalam Standar Isi adalah kerangka dasar dan struktur kurikulum, Standar kompetensi dan Standar Kompetensi Lulusan dasar, setiap mata pelajaran pada setiap semester dari setiap jenis dan jenjang pendidikan dasar dan menengah, seperti yang ditetapkan dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006.
Rumusan itu menegaskan bahwa antara Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan memiliki korelasi yang kuat, dalam arti Standar Isi memberikan arahan bagi pengembangan silabus di tingkat sekolah yang selanjutnya diharapkan dapat mencapai Standar Kompetensi Lulusan. Persoalannya adalah apakah antara pengembangan silabus dan Standar Kompetensi Lulusan juga masih memiliki tingkat kesesuaian yang tinggi? Sebab, bukankah dengan menyerahkan kewenangan kepada sekolah untuk mengembangkan silabusnya sendiri merupakan mekanisme yang justru meninggalkan lubang ketimpangan menganga.
Persoalan tersebut semakin intens ketika pemerintah masih menggunakan UN sebagai alat satu-satunya untuk mengukur Kompetensi Lulusan Padahal, mekanisme ini sendiri masih belum sesuai dengan aturan. Sebagaimana dinyatakan dalam ketentuan PP 19/2005 pasal 72 Ayat (1), "Peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah setelah, pertama, menyelesaikan seluruh program pembelajaran; kedua, memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan; ketiga, lulus ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; dan keempat lulus UN.
Merujuk pada aturan tadi maka dari segi implementasi belum sesuai dengan aturan, yang hanya menggunakan UN sebagai patokan dalam menentukan kelulusan siswa. Masih pasal yang sama ayat (2), "Kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan ditetapkan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan sesuai dengan kriteria yang dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri". Di sini tampak belum konsistennya pemerintah, pada satu sisi menyerahkan tanggung jawab kepada sekolah, tetapi pada pihak yang lain pemerintah ikut menentukan kelulusan. Pertanyaannya, apakah antara Standar kelulusan yang ditentukan pemerintah (BSNP) realistis dengan proses pembelajaran yang berlangsung di masing-masing sekolah di seluruh Indonesia? Apakah dari segi Standar Isi telah dipenuhi oleh seluruh sekolah di Indonesia sehingga dalam hal Standar kelulusan pun (melalui UN) diberlakukan sama?
Jadi, kalau mau jujur secara substansial dalam KTSP tidak dikenal UN, sebab pengembangan Standar Isi oleh sekolah-sekolah menurut karakteristik, potensi daerah, dan kebutuhan-kebutuhan daerah, bukan diarahkan kepada pencapaian Standar Kompetensi Lulusan sebagaimana yang diukur hanya melalui UN. Oleh karena itu, ditemui di lapangan banyak sekolah yang cenderung mengejar target UN ketimbang maksimal dalam implementasi KTSP. Ini masalah, bagi sekolah antara KTSP dan UN, lebih banyak memilih mengejar target UN agar tingkat kelulusan tidak melorot dibandingkan dengan KTSP.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan.
Penyusunan KTSP oleh sekolah dimulai tahun ajaran 2006/2007 dengan mengacu pada Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan untuk pendidikan dasar dan menengah sebagaimana yang diterbitkan melalui Peraturan Menteri pendidikan Nasional masing-masing Nomor 22 Tahun 2006 dan Nomor 23 Tahun 2006, serta Panduan Pengembangan KTSP yang dikeluarkan oleh BSNP.

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

­ Penulis, dosen STAI Al-Musdariyah Cimahi, anggota Majlis Sinergi Kalam ICMI Cimahi.
­ : http://guruw.wordpress.com/2008/02/02/pengembangan-diri-dalam-ktsp/
­ Menu Download Kurikulum di Sekolah Maya Kota Banjar, Narasumber:
o Dr. Hermana Somantrie, MA - Peneliti pendidikan, Pusat Kurikulum
o Prof. Dr. Ina Yusuf, MA. - Guru Besar Kurikulum, Universitas pendidikan Indonesia
­ KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN
­ Pusat Kurikulum Kota Banjar
o Mahasiswa pendidikan Fisika, FPMIPA. Universitas pendidikan Indonesia
o Follower Open Course Ware at MIT-Harvard University, Cambridge. M.A. USA.

Dari Ninuk Dwi Wuriyani 5525089386 Alih Program Busana 2008